Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak, Melakukan penetapan tersangkan kepada ketua KPK FB dalam gelar perkara yang dilakukan di Polda Metro Jaya pada Rabu, 22 November 2023 pukul 19.00 WIB.
Ditemukan bukti yang cukup untuk menetapkan FB 0selaku ketua KPK RI sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya.
Sangkaan tersebut terkait dengan tuduhan pemerasan, dan penerimaan gratifikasi berupa uang lebih dari Rp 7,4 miliar dari tersangka korupsi mantan Mentan SYL. Pemberian uang tersebut, terkait dengan proses penyelidikan, dan penyidikan korupsi di Kementan yang saat itu dilakukan oleh KPK.
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya menjerat FB dengan sangkaan Pasal 12e, atau Pasal 12B, atau Pasal 11 UU Tipikor 31/1999 juncto Pasal 65 KUH Pidana.
Namun hinggga saat ini Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya tak segera melakukan penahanan. Banyak kalangan umum dan masyarakat menduga adanya atensi dari Markas Besar (Mabes) Polri untuk membantu penyidikan kasus tersebut pun seperti tak berarti.
Bagaimana Ketentuan KUHAP terhadap seseorang yang telah di tetapkan tersangka oleh penyidik namun untuk tidak dilakukan penahanan terhadap tersangka?
Banyak masyarakat yang menduga apabila seseorang sudah ditetapkan statusnya sebagai tersangka otomatis langsung dilakukan penahanan namun tidak segera dilakukan penahan terhadap tersangka FB yang di duga adanya atensi atau kepentingan dalam proses kasus ini.
Secara hukum dalam melakukan penahanan terhadap seseorang yang telah di tetapkan menjadi tersangkan memiliki prosedur hukum yang jelas dan tepat. Penahanan terhadap seseorang yang telah menjdi tersangka ini di atur dalam ketentuan hukum materiil Pidana Indonesia yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Apabila semua proses hukum ini tidak sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam KUHAP maka otomatis semua proses hukum yang berjalan baru di katakan cacat hukum atau penyimpangan terhadap KUHAP.
Di dalam KUHAP Sendiri tidak di atur apabila seseorang yang telah menjadi tersangka pasti di tahan. Ada syarat subyektif bahwa seseorang tersangka boleh tidak dilakuakan penahanan Berdasarkan pasal 21 ayat (1) KUHAP :
“Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang Tersangka atau Terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa Tersangka atau Terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.”
Dalam hal :
1. Adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri.
2. Adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan merusak atau menghilangkan barang bukti.
3. Adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan mengulangi tindak pidana.
Dari ketiga hak diatas Penulis berpandangan dalam hal pertama tersangka FB tidak ada keinginan untuk melarikan diri dan semua akses ke luar negeri pada tersangka FB otomatis sudah di larang dan di batasi oleh penyidik Porli.
Kemudian dalam hal merusak dan menghilangkan barang bukti ini menurut Penulis subyektifitas namun dalam kapasitas Seseorang FB yang sudah jadi tersangka Penulis yakin tidak memiliki kesempatan untuk melakukan hal tersebut karena semua barang bukti telah di amankan oleh bareskrim polri.
Selanjutnya yang ketiga Penulis juga berpandangan tidak ada kapasistas dengan kondisi dan keadaan FB sekarang meskipun dapat mengulanginya kembali dalam tindak pidana gratifikasi seseorang FB harus melalui dan melewati proses hukum yang berlangsung terlebih dahulu saat ini.
Terkait kewenangan dan yang berhak melakukan penahan terhadap tersangka ada 3 lembaga berwenang pertama, polisi yakni penyidik, kedua, jaksa yakni penutup umum dan ketiga hakim berhak untuk melakukan tersangka penahanan. Ketentuan ini sebagaimana di atur dalam KUHAP Pasal 20 Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut :
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan.
(2) Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan.
(3) Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Bahwa selain ada kewenagan yang boleh melakukan penahanan, ada syarat subyektif agar Tersangka tidak di lakukan penahanan maka ada juga syarat objektif penahanan sebagaimana di atur dalam pasal 21 Ayat (4) KUHAP :
“Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap Tersangka atau Terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
b. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undangundang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 48 Undangundang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambähan Lembaran Negara Nomor 3086).
Pada hal syarat objektif ini jelas FB memenuhi ketentuan KUHAP sangkaan yang di jerat kepada tersangka FB adalah tiga pasal yakni Pasal 12e, atau Pasal 12B, atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 KUHP.
Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”.
Pasal 12E UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi “pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;”
Mengacu kriteria sangkaan Pasal 11 UU No.31/1999 Jo UU No. 20/2001 penulis berpandangan bahwa karena hukumanya tidak lebih dari 5 Tahun maka syarat objektif tidak dilakukan penahanan memang berdasarkan hukum dan dapat di benarkan sebagaimana yang di atur dalam KUHAP.
Berikut isi bunyi daripada Pasal 11 UU No.31/1999 Jo UU No. 20/2001, berbunyi “Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 418 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)”.
Sedangkan pasal 65 KUHP mengatur :
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang trerberat ditambah sepertiga.
Menjawab dari isu hukum dan opini hukum ini terkait banyak masyarakat yang menduga apabila seseorang sudah ditetapkan statusnya sebagai tersangka otomatis langsung dilakukan penahanan namun tidak segera dilakukan penahan terhadap tersangka FB yang diduga adanya atensi atau kepentingan dalam proses kasus ini. Penulis berpandangan ini hanya subyektifitas masyarakat terkait tidak dilakukan penahanan terhadap Tersangka FB masih sesuai dengan koridor hukum karena di perbolehkan oleh KUHAP dimana adanya syarat subyektif dan syarat objektif untuk dilakukannya penahananan sebagaimana di atur dalam pasal 21 ayat (1) KUHAP menjelaskan tentang syarat subyektif seseorang tersangka tidak dilakukan penahanan dan pasal 21 ayat (4) tentang syarat objektid seseorang tersangka tidak dilakukan penahanan.
Inilah kebenaran hukum yang memang di perbolehkan kepada tersangka FB untuk tidak dilakukan penahanan di luar dari subyektifitas pandangan terkait adanya antensi atau kepentingan dalam kasus gratifikasi mantan ketua KPK tersebut. FB-Putra Trisna.