Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau biasa dikenal dengan UU ITE adalah UU pertama di bidang informasi dan transaksi elektronik yang dibutuhkan karena adanya kekosongan hukum mengenai bidang tersebut. UU ITE banyak mengalami kritik dan saran dari berbagai pihak, mulai dari mahasiswa, lembang swadaya masyarakat, serta ahli hukum yang menilai adanya upaya pemerintah menjadi tombak otoriterisasi dengan menggunakan UU ITE
tersebut.
UU ITE sejatinya bertujuan untuk melindungi, menjaga, dan memelihara agar setiap orang dapat bersikap dan berprilaku santun di dunia maya, namun masyarakat Indonesia merasa adanya UU ITE ini justru menghadangkan dalam kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat.
Jalan UU ITE terus di gaungkan untuk adanya perubahan terutama dalam pasal 27 ayat ( 3) yang berbunyi:
Setiap Orang, dengan sengaja dan tanpahak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Masyarakat melihat adanya upaya penyalagunaan manfaat UU ITE yakni aparatur negara membungkam masyarakat yang menuai kritik terhadap negara. Padahal asas – asas yang digunakan dalam UU ITE sebenarnya memiliki itukad baik untuk melindungi masyarakat Indonesia dalam penyalahgunaan media sosial. Berbagai elemen masyarakat terus mendorong untuk adanya revisi UU ITE, akhirnya pemerintah menetapkan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai bentuk revisi pertama UU ITE. Namun sangat di sayangkan justru pasal yang seharusnya di hilangkan masih tetap menjadi pionir untuk upaya membungkam dan menjadi serangan balik terhadap setiap orang yang mengkritisi negara.
Kemarin 2 Januari 2024, revisi ke-dua UU ITE di sahkan dengan di tanda tangani oleh Presiden Joko Widodo Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sangat di sayangkan justru malah pasal yang menjadi konflik masih tetap ada dan masih menjadi ancaman bagi siapapun.
UU ITE di indonesia adalah salah satu contoh tren di dunia bagaimana Undang-Undang disalah guanakan untuk membungkam kebebasan berekspresi dan berpendapat. Proses revisi UU ITE ini juga terkesan tertutup sehingga memberikan sedikit ruang bagi keterlibatan dan pengawasan publik. Sejumalah kalangan juga mendesak agar pemerintah tidak menjadikan UU ITE jilid Il ini tidak menjadi alat untuk mengkriminalisasi kelompok kritis dan korban kejahatan yang sesungguhnya. Desakan masyaratkat kepada pemerintah dan DPR agar lebih hati-hati dalam mengambil setiap keputusan dan selalu melibatkan publik.VB-Putra Trisna.