Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Pencabulan merupakan suatu peristiwa yang menjadi sorotan saat ini, terutama karena sekarang ini banyaknya kasus tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak. Anak memiliki pribadi yang sangat unik, dimana anak mampu bertindak sesuai dengan perasaan, pikiran dan kehendaknya sendiri. Tetapi, tentu saja lingkungan juga akan iku mempengaruhi perkembangan pribadi dari si anak. Oleh karena, setiap anak berhak untuk mendapatkan tempat tumbuh yang layak, jauh dari segala hal yang memberikan efek negatif terhadap perkembangan pribadinya. Dalam kasus anak sebagai pelaku pencabulan tentunya tidak mudah untuk memutuskan sanksi pidana kepada mereka, mengingat mereka merupakan seorang anak yang masih memiliki hak-hak untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, untuk menjaga dan melindungi hak-hak Anak yang Berkonflik dengan Hukum ini, maka disusunlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi 4 remaja dengan berinisial IS (16 tahun), MZ (13 tahun), NS (12 tahun), AS (12 tahun), melakukan pemerkosaan terhadap siswi SMP berinisial AA (13 tahun), awalnya IS membujuk AA untuk melakukan hubungan seksual tetapi di tolak oleh korban.
Lalu AA dibekap oleh IS dan tubuh AA di pegangi oleh ketiga rekan IS tersebut, AA yang tidak bisa bernapas akhirnya meninggal dunia, IS dan teman teman nya mengira korban dalam keadaan pingsan, dan dalam keadaan meninggal korban di perkosa oleh IS diikuti oleh tiga pelaku lainnya.
Para pelaku dikenakan pasal 76C dan pasal 80 ayat 33 UU yakni penganiayaan dan pencabulan sesuai UU nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Ancaman maksimal 15 tahun penjara. (www.bbc.com,2024).
Namun karena tiga di antara pelaku masi berusia anak, maka MZ, NS dan AS di titipkan di panti sosial rehabilitasi anak bermasalah hukum (PSR ABH).
Merujuk pasal 69 UU nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, maka anak yang berhadapan dengan hukum akan dikenai tindakan berupa pengembalian kepada orang tua, penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, atau perawatan di lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial (LPKS), serta kewajiban mengikuti pendidikan formal dan atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah/badan swasta.
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, penegak hukum wajib mengupayakan diversi bagi anak yang terlibat tindak pidana, tetapi khusus untuk anak yang melakukan tindak pidana pencabulan apalagi sampai menghilangkan nyawa seseorang, seharusnya tidak di upayakan diversi agar memberikan rasa keadilan bagi korban dan memberikan efek jera terhadap pelaku, supaya kedepannya tidak melakukan tindak pidana serupa di lain waktu.VB-Putra Trisna.