Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Bahwa masa kini seringkali mendengar kasus penggelapan serta penggelapan dalam jabatan, beikut peberdaan antara penggelapan dengan penggelapan dalam jabatan dalam perspektif KUHP.
Penggelapan biasa dan penggelapan dalam jabatan adalah dua bentuk tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia. Meskipun keduanya sama-sama merupakan bentuk penggelapan, ada beberapa perbedaan mendasar antara keduanya, baik dari segi unsur hukum, kedudukan pelaku, maupun sanksi yang dikenakan.
Penggelapan dalam jabatan merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia, khususnya Pasal 374. Tindak pidana ini terjadi apabila seseorang yang memiliki jabatan atau kepercayaan tertentu menyalahgunakan kewenangan yang diberikan kepadanya untuk menguasai atau mengambil barang milik orang lain secara melawan hukum. Penggelapan dalam jabatan memiliki karakteristik khusus dibandingkan dengan tindak pidana penggelapan biasa, karena pelaku memiliki kewenangan atau akses yang terkait dengan jabatannya.
Dasar Hukum
– Pasal 372 KUHP, menyatakan :
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda”.
– Pasal 374 KUHP, menyatakan :
“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang menguasai barang itu karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”
Unsur-unsur pidana :
Penggelapan
1.Penguasaan barang: Pelaku menguasai barang milik orang lain.
2. Melawan hukum: Pelaku dengan sengaja dan melawan hukum menguasai atau mengambil barang tersebut.
3. Tidak ada hubungan kerja: Pelaku tidak memiliki hubungan kerja atau jabatan dengan pemilik barang, tetapi mendapatkan barang tersebut dengan cara yang sah (misalnya melalui pinjaman atau kepercayaan), lalu menggelapkannya.
Penggelapan Dalam Jabatan
1. Pelaku menguasai barang : Pelaku memiliki kewenangan atau akses terhadap barang atau benda yang dikuasai.
2. Hubungan kerja atau jabatan : Penguasaan barang tersebut terjadi karena adanya hubungan kerja, jabatan, atau pencaharian.
3. Tindakan penggelapan : Pelaku secara melawan hukum mengambil barang tersebut untuk kepentingan pribadi, yang pada awalnya barang tersebut dipercayakan kepadanya.
Analisis Hukum
Penggelapan :
Pelaku tidak memiliki kedudukan atau kewenangan khusus terkait barang yang dikuasainya. Pelaku menguasai barang tersebut karena diberikan oleh pemilik barang secara sukarela (misalnya dalam konteks perjanjian atau pinjaman) tetapi kemudian menyalahgunakan kepercayaan tersebut untuk kepentingan pribadi.
Penggelapan dalam Jabatan:
Pelaku memiliki kedudukan atau jabatan yang memberikan akses atau kepercayaan terhadap barang tersebut. Jabatan atau pekerjaan pelaku menjadi dasar ia bisa menguasai barang yang akhirnya digelapkan. Biasanya terjadi di lingkungan pekerjaan atau organisasi, seperti pegawai yang menggelapkan uang perusahaan atau pejabat yang menyalahgunakan anggaran.
Penggelapan dalam jabatan memiliki ciri khas yang membedakannya dari penggelapan biasa, yakni adanya hubungan jabatan atau kepercayaan antara pelaku dan korban. Jabatan tersebut memberikan akses atau kontrol terhadap barang yang kemudian disalahgunakan. Ini berarti, penggelapan dalam jabatan sering terjadi dalam konteks hubungan kerja di mana pelaku dipercaya untuk mengelola atau menjaga barang milik perusahaan atau pihak lain.
Tindak pidana ini sering terjadi di lingkungan pemerintahan, perusahaan, atau organisasi lain, di mana pejabat atau karyawan tertentu memiliki akses khusus terhadap aset perusahaan. Penggelapan ini bisa berupa uang, barang bergerak, atau bentuk aset lainnya yang dipercayakan kepada pelaku.
Sanksi Pidana
Sanksi yang diatur dalam Pasal 374 KUHP untuk penggelapan dalam jabatan adalah pidana penjara paling lama lima tahun. Sanksi ini menunjukkan bahwa pelanggaran jabatan dianggap lebih berat dibandingkan dengan penggelapan biasa Pasal 372 KUHP, karena menyangkut pelanggaran kepercayaan yang lebih tinggi.
Namun, dalam praktiknya, besarnya hukuman akan sangat tergantung pada faktor-faktor seperti besarnya kerugian yang ditimbulkan, peran pelaku, motif tindak pidana, dan dampak terhadap korban atau masyarakat luas. Dalam kasus tertentu, pelaku bisa saja dijatuhi hukuman yang lebih ringan atau berat tergantung pada pertimbangan hakim di persidangan.
Kesimpulan
Penggelapan dalam jabatan adalah bentuk tindak pidana yang serius karena melibatkan penyalahgunaan kepercayaan, hubungan kerja yang diberikan kepada seseorang berdasarkan jabatannya. Sanksi yang lebih berat dibanding penggelapan biasa mencerminkan pentingnya kepercayaan dalam hubungan kerja dan jabatan. Dalam menghadapi kasus penggelapan dalam jabatan, penting bagi para pihak untuk memastikan adanya bukti kuat terkait penguasaan barang dan tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku.
Untuk mencegah terjadinya penggelapan dalam jabatan, organisasi atau perusahaan perlu menerapkan kontrol internal yang kuat serta memantau aktivitas karyawan atau pejabat yang memiliki akses terhadap aset-aset penting. Transparansi, audit berkala, dan sistem pengawasan yang baik merupakan beberapa langkah yang dapat mengurangi risiko penggelapan dalam jabatan. VB-Putra Trisna.