Tangerang Selatan, (variabanten.com)
Pendahuluan:
Opini hukum ini mengkaji dugaan ketidakpatuhan terhadap kewajiban pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) pada proyek Penulis sebut X dan Y. Kedua proyek ini telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), namun status tersebut tidak menghilangkan kewajiban pemenuhan aspek lingkungan hidup. Analisis ini akan meninjau aspek hukum yang relevan, implikasi potensial, serta rekomendasi untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Landasan Hukum:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH);
2. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2022;
3. Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2021;
Analisis Hukum:
1. Kajian UU PPLH dan Kewajiban KLHS
UU PPLH menempatkan KLHS sebagai instrumen kunci dalam upaya pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pasal 15 ayat (1) UU PPLH secara eksplisit mewajibkan pemerintah dan pemerintah daerah untuk melaksanakan KLHS. Tujuannya adalah memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan terintegrasi dalam perencanaan pembangunan.
KLHS wajib dilaksanakan dalam penyusunan atau evaluasi:
a) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya;
b) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
c) Kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.
Mengingat skala dan potensi dampak proyek X dan Y, dapat diargumentasikan bahwa kedua proyek ini seharusnya telah melalui proses KLHS sesuai ketentuan UU PPLH.
2. Status PSN dan Implikasinya
Penetapan X dan Y sebagai PSN berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2022 memberikan status khusus pada proyek-proyek tersebut. Namun, perlu ditekankan bahwa status PSN tidak menghilangkan kewajiban untuk mematuhi regulasi lingkungan hidup yang berlaku, termasuk pelaksanaan KLHS.
Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 yang mengatur tentang PSN juga menekankan pentingnya aspek keberlanjutan dan perlindungan lingkungan dalam pelaksanaan proyek-proyek strategis. Dengan demikian, status PSN seharusnya memperkuat urgensi pelaksanaan KLHS, bukan menjadi alasan untuk mengabaikannya.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2021 dan Implikasinya
PP No. 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional bertujuan untuk mempercepat dan memfasilitasi pelaksanaan PSN. Meskipun demikian, peraturan ini tidak menghilangkan kewajiban pemenuhan aspek lingkungan hidup. Beberapa poin penting terkait PP ini:
a) Pasal 23 menyatakan bahwa penyusunan dokumen lingkungan hidup untuk PSN dapat dilakukan secara simultan dengan tahapan perencanaan proyek. Ini berarti KLHS tetap harus dilaksanakan, meskipun dengan pendekatan yang lebih terintegrasi;
b) Pasal 24 mengatur tentang kemudahan dalam penyusunan dokumen lingkungan hidup, termasuk KLHS, namun tidak menghilangkan kewajiban pelaksanaannya;
c) PP ini menekankan pada efisiensi proses, bukan pengabaian kewajiban lingkungan. KLHS tetap menjadi bagian integral dari perencanaan PSN.
4. Potensi Pelanggaran Hukum
Jika terbukti bahwa X dan Y tidak melaksanakan KLHS sebagaimana diwajibkan, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap UU PPLH, meskipun dengan adanya PP No. 42 Tahun 2021. Konsekuensi hukum dari pelanggaran ini dapat mencakup:
a) Sanksi administratif sesuai Pasal 76 UU PPLH, yang dapat berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, atau pencabutan izin lingkungan;
b) Potensi gugatan perdata oleh masyarakat atau organisasi lingkungan hidup berdasarkan Pasal 91 UU PPLH;
c) Dalam kasus ekstrem, jika terbukti ada unsur kesengajaan dan mengakibatkan pencemaran/kerusakan lingkungan, dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 98-99 UU PPLH.
5. Implikasi terhadap Keabsahan Proyek
Ketiadaan KLHS, bahkan dengan adanya kemudahan yang diberikan oleh PP No. 42 Tahun 2021, tetap dapat mempengaruhi legitimasi proses perencanaan dan pelaksanaan proyek X dan Y. KLHS berfungsi sebagai landasan untuk:
a) Pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari perspektif strategis;
b) Pengembangan kebijakan dan program pembangunan yang berkelanjutan;
c) Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk kegiatan-kegiatan spesifik dalam proyek.
6. Konflik Regulasi dan Implementasi
Munculnya PP No. 42 Tahun 2021 menciptakan tantangan dalam hal harmonisasi antara percepatan PSN dan pemenuhan kewajiban lingkungan. Ini memerlukan interpretasi hukum yang cermat untuk memastikan bahwa kemudahan yang diberikan tidak mengorbankan aspek perlindungan lingkungan.
Rekomendasi:
1. Evaluasi Komprehensif: Perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap status KLHS untuk proyek X dan Y, dengan mempertimbangkan ketentuan PP No. 42 Tahun 2021;
2. Harmonisasi Regulasi: Diperlukan upaya untuk mengharmoniskan implementasi PP No. 42 Tahun 2021 dengan kewajiban lingkungan yang diatur dalam UU PPLH;
3. Penguatan Pengawasan: Mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaan PSN perlu diperkuat, dengan memperhatikan keseimbangan antara percepatan proyek dan perlindungan lingkungan;
4. Transparansi dan Partisipasi Publik: Proses perencanaan dan pelaksanaan proyek harus lebih transparan, dengan melibatkan partisipasi publik yang bermakna, terutama dalam konteks KLHS;
5. Penegakan Hukum yang Seimbang: Penegakan hukum harus mempertimbangkan baik aspek percepatan pembangunan maupun perlindungan lingkungan.
Kesimpulan:
Kasus X dan Y mengilustrasikan kompleksitas dalam menyeimbangkan percepatan pembangunan nasional dan perlindungan lingkungan. Meskipun PP No. 42 Tahun 2021 memberikan kemudahan bagi PSN, kepatuhan terhadap UU PPLH, khususnya kewajiban KLHS, tetap merupakan keharusan hukum yang tidak dapat diabaikan.
Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi potensi konflik regulasi ini, memastikan keseimbangan antara percepatan pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan, serta menjaga integritas sistem hukum dan tata kelola lingkungan di Indonesia. Pelaksanaan KLHS bukan sekadar formalitas administratif, melainkan instrumen vital untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.VB-Putra Trisna.