Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Apa yang dimaksud dengan Pemotongan Gaji Karyawan?
Pemotongan gaji karyawan merupakan isu sensitif yang seringkali menimbulkan permasalahan dalam hubungan industrial. Dalam konteks hukum ketenagakerjaan di Indonesia, pemotongan gaji harus dilakukan berdasarkan alasan yang jelas dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dasar Hukum Pemotongan Gaji
Pada ketentuan Pasal 20 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan menyatakan bahwa pada tiap-tiap pembayaran, seluruh jumlah upah harus dibayarkan. Akan tetapi dalam hal-hal tertentu memberikan kemungkinan pembayaran upah tidak seluruhnya diberikan kepada buruh/pekerja (dilakukan pemotongan upah). Dalam Pasal 57 ayat (1) PP ini juga di sebutkan bahwa pemotongan upah terhadap buruh tenaga kerja dapat dilakukan karena beberapa faktor :
1. Denda
2. ganti rugi
3 uang muka
Denda dan ganti rugi tersebut bisa diakibatkan karena apa saja misalnya karena buruh/tenaga kerja tersebut menghilangkan barang atau merusakan barang dan lain sebagainya.
Mengenai jumlah pemotongan yang dapat dikenakan kepada karyawan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 58 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yakni : “Jumlah keseluruhan pemotongan upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 paling banyak 50% (lima puluh persen) dari setiap pembayaran upah yang diterima pekerja/buruh.” Berdasarkan bunyi pasal tersebut, maka dengan demikian menurut Pasal 58 PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dapat tarik kesimpulan bahwasanya pemotongan upah karena barang hilang diperbolehkan dan jumlah keseluruhan pemotongan upah paling banyak yaitu 50% (lima puluh persen) dari setiap pembayaran upah yang diterima pekerja/buruh.
Transparansi dan Komunikasi
Perusahaan wajib memberikan penjelasan yang transparan mengenai alasan pemotongan gaji. Kurangnya komunikasi dapat mengakibatkan ketidakpuasan di kalangan karyawan, yang bisa berujung pada sengketa hukum. Karyawan berhak untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai hak-hak mereka, termasuk rincian tentang gaji dan pemotongan yang dilakukan.
Sanksi bagi Perusahaan
Apabila pemotongan gaji tidak memenuhi syarat hukum yang berlaku, karyawan dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Perusahaan dapat dikenakan sanksi administratif maupun denda, tergantung pada beratnya pelanggaran yang dilakukan.
Contoh Kasus
Seorang karyawan yang berinisial A bekerja di PT APK (nama PT yg disamarkan) mengalami ketidakjelasan dalam pemotongan gaji. Si A awalny melamar kerja di PT APK dengan menandatangani kontrak kerja yang disana hanya ada perjanjian target kerja, gaji dan Jam kerja. Si A di jelaskan oleh HRD perusahaan tersebut untuk jam kerja di hari senin sampai dengan hari jumat dengan durasi bekerja sampai dengan 10 jam perhari. HRD PT APK juga memberikan info di hari Sabtu sesekali masuk untuk kejar target namun tidak di bayar dan tidak diberi upah lembur. Saat si A sudah bergabung dengan PT APK si A meminta izin untuk tidak masuk di hari sabtu karena ada kepentingan pribadi namun perusahaan sempat menyulitkannya dan kemudian mengizinkan.
Tiba saat penggajian si A merasa janggal dengan gajinya yang tidak sesuai dan saat ditanyakan ke HRD gaji si A di potong karena hari sabtu tidak masuk kerja. Hal yang di alami si A sangatlah tidak sesuai perjanjian yang dimana dalam isi kontrak tidak menyatakan hari sabtu merupakan hari kerja dan pemotongan gaji yang tidak diinfo lebih awal. Pemotongan gaji yang dilakukan oleh PT APK telah melanggar Undang-Undang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Oleh karena itu PT APK yang memotong gaji karyawan tanpa penjelasan dapat dikenai sanksi hukum, seperti, teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan produksi, dan pembekuan usaha.VB-Putra Trisna.