Berita Banten - Portal Banten - Media Online Banten

Tangerang Selatan, (variabanten.com)-
I. Tanda Tangan Elektronik (TTE)
Legalitas Tanda Tangan Elektronik (TTE)
Berkembangnya teknologi telah mengubah cara orang untuk berpikir, bekerja dan memanfaatkan teknologi informasi khususnya dalam bidang bisnis. Salah satu bentuk kemajuan teknologi sekarang ini adalah munculnya Tanda Tangan Elektonik (TTE) atau Tanda Tangan Digital. Dipandang dari segi legalitas atau segi hukumnya Tanda Tangan Elektronik (TTE) dapat menjadi solusi pemenuhan legalitas atau keabsahan dokumen di era digital khususnya pasca Pandemi Covid-19. TTE memiliki kekuatan dan akibat hukum sama seperti halnya tanda tangan manual yang biasanya dilakukan selama memenuhi persyaratan dan ketentuan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik antara lain saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penanda tangan artinya harus ada cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangan dan mengindentifikasi bahwa penanda tangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik terkait (dapat dibuktikan bahwa yang menandatangani adalah orang itu sendiri bukan orang lain).

Jenis Tanda Tangan Elektronik
Berdasarkan teknologi yang digunakan, dari berbagai sumber ada tiga jenis TTE yang perlu dikenali, yaitu simple, basic, dan advance and qualified.
1. TTE simple merupakan bentuk yang paling sederhana karena tidak dilindungi dengan metode enkripsi apa pun, misalnya tanda tangan basah yang dipindai melalui perangkat elektronik dan dimasukkan ke dalam dokumen.

Tanda tangan ini mempunyai berbagai kelemahan. Selain tidak terenkripsi, TTE kategori simple juga tidak mampu menunjukkan identitas penanda tangan atau perubahan yang terjadi pada dokumen setelah ditandatangani. Dia juga rawan dipalsukan, sehingga dari segi keamanan dan legalitas tidak direkomendasikan penggunaannya.

2. TTE basic. Jenis ini tidak jauh berbeda dengan TTE simple. Perbedaannya hanya pada kemampuan untuk menunjukkan perubahan setelah dokumen ditandatangani. Walaupun sudah mengadopsi metode asymmetric cryptography, TTE basic tetap tidak bisa menjamin keamanan identitas.

Penyedia layanan TTE basic tidak melakukan proses verifikasi identitas pengguna secara optimal. Proses penandatanganan juga tidak melewati dua faktor autentifikasi. Akibatnya, dokumen yang ditandatangani tidak punya keabsahan hukum.

3. TTE yang dianggap paling aman dan kekuatan hukumnya setara dengan tanda tangan basah/manual yakni TTE advanced and qualified. Tidak hanya dibuat dengan teknologi asymmetric cryptography, tapi juga public key infrastructure (sistem yang didesain untuk mengelola pembuatan, pendistribusian, identifikasi, dan pengamanan data).

TTE advanced and qualified juga mampu menunjukkan kapan, di mana, dan perangkat apa yang digunakan saat proses penandatanganan dokumen. Segala perubahan yang terjadi setelah dokumen ditandatangani juga dapat diketahui dengan mudah.

Yang membuat tanda tangan ini lebih aman adalah proses verifikasi identitas pengguna. Diberlakukan juga 2-factor authentication sebelum dokumen dapat ditandatangani penggunanya. Metode autentikasi yang dipakai pun beragam, mulai dari pengiriman one time password, pemindaian biometrik di HP, hingga dijamin dengan sertifikat elektronik.

Permasalahan Tanda Tangan Elektronik dari Segi Keabsahan dan Keamanan. Dari ketiga jenis tersebut diatas, TTE advanced and qualified dinilai paling minim risiko karena telah mengantongi sertifikat elektronik. Sertifikat TTE legal dari pemerintah bisa didapatkan di Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Sedangkan dari lembaga non-pemerintah bisa melalui Privy ID, Vida, PERURI, Solusi Net, dan DTB.

Penggunaan TTE yang tidak bersertifikat berpotensi menimbulkan risiko keamanan, validitas, sekaligus berpengaruh pada kredibilitas perusahaan dan lembaga karena TTE rentan untuk dipalsukan dan disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Keberadaan TTE yang tidak bersertifikat sepintas memang terlihat legal, tapi ternyata banyak risiko yang mengintai dan merugikan perusahaan. Itu sebabnya, perusahaan harus benar-benar totalitas dalam memakai TTE bersertifikat.

Solusi Keabsahan Tanda Tangan Elektronik harus menggunakan Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PsrE).
Tanda tangan manual memiliki jaminan identitas penanda tangan, keutuhan konten dokumen, dan nirsangkal/persetujuan penanda tangan. Tanda Tangan Elektonik juga memiliki jaminan yang sama namun setiap orang yang mempergunakan tanda tangan elektonik tidak bisa sembarangan, ada yang namanya Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) yang berfungsi sebagai autentifikasi dan verifikasi atas TTE. Berdasarkan Pasal 60 UU ITE, jenis TTE terbagi atas dua, yakni TTE tersertifikasi dan tidak tersertifikasi. Perbedaannya antara lain :
TTE yang Tersertifikasi :
1. Dibuat menggunakan Sertifikat Elektronik (SrE);
2. SrE dibuat oleh PSrE Indonesia yang mendapat pengakuan pemerintah (Kemkominfo);
3. Memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah.

TTE yang Tidak Tersertifikasi :
1. Menggunakan metode, teknik, atau proses apapun;
2. Dibuat bukan oleh PSrE Indonesia;
3. Tidak diperiksa pemenuhan standarnya.
TTE yang tidak tersertifikasi juga memiliki keabsahan hukum dan harus patuh terhadap UU ITE. Bedanya yang tidak tersertifikasi dibuat tanpa menggunakan PSrE Indonesia dan tidak ada pemeriksaan oleh pemerintah.

Untuk teknisnya TTE tersertifikasi lebih disarankan karena memiliki kekuatan pembuktian paling tinggi karena sudah dijamin oleh pemerintah. Pemerintah pun telah menyediakan aplikasi pemeriksa dokumen elektronik. Jika terjadi sesuatu dapat terJika terjadi sesuatu dapat terverifikasi.

Dalam ekosistem TTE, Kemkominfo bertindak sebagai Root CA, yang cuma ada satu di Indonesia. Kemkominfo yang memberikan sertifikat TTE kepada PSrE dan juga melakukan pengawasan. PSrE terdiri dari dua jenis, yaitu pemerintah dan non pemerintah. PSrE pemerintah ada di BSSN dan BPPT, sedangkan non pemerintah ada Privy ID, Vida, PERURI, Solusi Net, dan DTB. Lembaga tersebut yang memberikan sertifikasi elektronik kepada pengguna, lalu pengguna yang menggunakan TTE.

Dalam hal terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, jika menggunakan TTE tersertifikasi maka sesuai Pasal 58 PP 71/2019 PSrE Indonesia wajib menanggung kerugian yang diakibatkan oleh kesengajaan atau kelalaian mereka. Oleh karenanya, TTE tersertifikasi mampu menjaga keutuhan, keaslian, dan nirsangkal dokumen elektronik sehingga dimungkinkan membuat dokumen legal/terpercaya.

Kemkominfo telah melakukan sosialisasi mengenai TTE ini sejak tahun 2018. Untuk verifikasi apakah TTE asli atau tidak, masyarakat bisa mengunjungi website tte.kominfo.go.id. Salah satu fitur yaitu pengecekan keaslian dan identitas tanda tangan di file PDF.

Penggunaan Tanda Tangan Elektronik yang tidak tersertifikasi selama ada bukti foto, rekaman video ataupun secara virtual dilakukan (atau langsung) dengan recorder atau rekaman dapat menjadi salah satu alternatif solusi tanda tangan elektronik sudah dilakukan validasi dan autentifikasi namun penggunaan tanda tangan tersertifikasi lebih disarankan untuk meminimalisir resiko yang terjadi dan untuk keamanan data kedepannya.

II. Materai Elektronik

Legalitas Meterai Elektronik
Berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 1985 fungsi dari sebuah meterai adalah untuk mengenakan pajak atas suatu dokumen, ditentukan sebagai alat untuk menentukan sah atau tidaknya suatu dokumen. Seiring berkembangnya zaman pemerintah telah mengeluarkan Meterai Elektronik atau E-meterai. Meterai Elektronik adalah meterai berbentuk digital. E-meterai sama dengan meterai fisik, hanya saja meterai digital digunakan untuk dokumen elektronik. Berdasarkan pada Undang-undang No. 10 Tahun 2020 Tentang Undang-undang Bea Meterai menyebutkan bahwa dokumen elektronik merupakan salah satu jenis dokumen yang diterapkan Bea Meterai pajak atas dokumen. Seiring perkembangnya zaman, dokumen kertas semakin ditinggalkan dan digantikan dengan dokumen elektronik. Sebab, teknologi mendorong berkurangnya penggunaan kertas dalam kehidupan sehari-hari dan adanya Pandemi dan pasca Covid-19 lebih memakai dokumen digital. Misalnya dalam kegiatan bisnis, berkurangnya penggunaan kertas dapat meningkatkan efisiensi biaya dan mengurangi tempat penyimpanan. Penggunaan dokumen elektronik juga dapat disimpan dengan aman dan minim kerusakan karena dapat disimpan di penyimpanan digital.

Perkembangan ini membuat dokumen bisnis yang penting dapat dilakukan secara elektronik melalui jaringan internet. Dokumen elektronik inilah yang membuat pemerintah perlu mengeluarkan meterai elektronik agar dokumen tersebut dapat menjadi alat bukti hukum yang sah. Meterai elektronik adalah salah satu jenis meterai digital yang memiliki ciri khusus dan memiliki unsur pengaman dari pemerintah Indonesia. Pada Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menjelaskan bahwa dokumen elektronik sama kedudukannya di mata hukum dengan dokumen kertas. Oleh karenanya, dibutuhkan penanganan yang sama antara dokumen kertas dengan elektronik sehingga pemerintah meluncurkan meterai elektronik sejak Oktober 2021. Regulasi terkait e-meterai pun sama dengan regulasi materai fisik, yaitu diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai. Pada UU Bea Meterai tersebut terdapat perluasan definisi dokumen yang menjadi objek bea materai, yaitu tidak hanya dokumen fisik saja tetapi juga dokumen dalam bentuk elektronik. Masyarakat dapat membeli materai elektronik ini secara online di laman e-materai.co.id.

Penggunaan Materai Elektronik.
Berdasarkan laman e-materai.co.id, objek bea meterai digital maupun fisik sama, yaitu dikenakan pada :
1. Dokumen yang menerangkan suatu kejadian yang bersifat perdata Dokumen ini berupa surat perjanjian, surat pernyataan, akta notaris, akta pejabat pembuat akta tanah, surat berharga, dokumen transaksi surat berharga, dan dokumen lelang.
2. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti pengadilan.
3. Dokumen yang menyatakan jumlah uang lebih dari Rp 5 juta Dokumen ini harus menyebutkan penerimaan uang dan berisi pengakuan utang seluruh atau sebagiannya telah dilunasi. Demikian pengertian dari meterai elektronik atau biasa disebut e-meterai. Meterai digital ini dapat memudahkan masyarakat untuk mengesahkan dokumen elektronik.

Permasalahan Meterai Elektronik.
Permasalahan meterai elektronik adalah adanya meterai elektronik yang palsu sehingga masyarakat harus dapat membedakan meterai elektronik yang asli dan yang palsu. Meterai elektronik (e-materai) adalah materai berbentuk digital. E-materai sama dengan materai fisik, hanya saja e-materai digunakan untuk dokumen elektronik. Namun perlu diingat dan diwaspadai, setiap meterai elektronik memiliki nomor seri, ada gambar Garuda, tulisan METERAI ELEKTRONIK, dan angka tarif bea meterai. Ciri-ciri tersebut harus diingat agar bisa membedakan e-materai yang asli dan palsu. Obyek bea materai Meterai elektronik maupun fisik ini digunakan untuk membayar pajak atas dokumen elektronik atau disebut bea meterai. Tarif bea materai dengan tarif tetap sebesar Rp 10.000.
Solusi keabsahan Meterai Elektronik harus membeli disitus yang resmi
Pembelian secara resmi melalui e-meterai.co.id yang dalam situs tersebut nanti harus membuat akun, mengupload dokumen elektronik yang akan dikasih meterai elektronik sehingga meterai elektronik yang dibeli adalah meterai yang asli yang dikeluarkan oleh pemerintah dan bukan pihak lain yang kemungkinan hanya mencari keuntungan dari materi dan data pribadi baik perorangan atau perusahaan.VB-Putra Trisna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *