Berita Banten - Portal Banten - Media Online Banten

Kota Tangerang Selatan (Varia Banten) – Jalan Terjal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bidang Sumber Daya Alam (oleh Penulis adalah Aparatur Sipil Negara dan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten).

Pemberantasan tindak pidana korupsi masih menjadi agenda utama dalam penegakan hukum di Indonesia. Salah satu yang menjadi fokus utama adalah pemberantasan korupsi dalam bidang sumber daya alam. Seperti diketahui bahwa sampai dengan saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi telah beberapa kali melakukan proses penindakan atas tindak pidana korupsi pada bidang Sumber Daya Alam. Ada beberapa perkara yang cukup mendapat perhatian publik dikarenakan kerugian negara yang ditimbulkan bernilai cukup signifikan.

Salah satu contoh penanganan tindak pidana korupsi bidang sumber daya alam adalah korupsi yang dilakukan oleh Nur Alam selaku Gubernur Sulawesi Tenggara. Bahwa Nur Alam ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK pada tahun 2016. Dalam dakwaannya, KPK menyatakan Nur Alam Nur Alam telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam penerbitan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB). Perusahaan itu melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara. Karena perbuatannya tersebut, negara telah dirugikan sebesar sekitar Rp4,3 Triliun. Kerugian negara tersebut terdiri dari Rp2,7 triliun berupa kerusakan alam atau lingkungan dan Rp1,593 triliun dari hilangnya kekayaan negara berupa nikel yang ditambang oleh PT Anugerah Harisma Barakah (ANH). Pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara 12 tahun dan menjatuhkan hukuman denda Rp1 Miliar subsider 6 bulan kurungan kepada Nur Alam. Selain itu terdakwa Nur Alam juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar dengan memperhitungkan harga satu bidang tanah yang terletak di kompleks Premier Estate Kav 1 Cipayung, Jakarta Timur. Majelis Hakim menilai Nur Alam telah melanggar Pasal 3 jo pasal 18 UU nomor 31 tahun tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Nur Alam juga dinilai terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp40 miliar dan melanggar Pasal 12 B UU nomor 31 tahun tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Atas putusan Majelis Hakim pengadilan tingkat pertama, KPK langsung mengajukan banding. Pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, hukuman Nur Alam diperberat menjadi 15 tahun penjara, atau bertambah tiga tahun dari putusan pengadilan tingkat pertama. Selain itu Nur Alam juga wajib membayar uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar dengan ketentuan apabila tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda Nur Alam akan disita atau diganti dengan pidana selama satu tahun. Pada putusan Mahkamah Agung, hukuman Nur Alam dipangkas menjadi 12 tahun. Selain itu, hukuman denda bagi Nur Alam juga berkurang dari semula Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, menjadi Rp 750 juta subsider 8 bulan kurungan. Nur Alam hanya terbukti bersalah melanggar pasal 12B yaitu terkait gratifikasi.

Hal menarik dari semua putusan tersebut adalah bahwa majelis hakim tidak memperhitungkan tuntutan kerugian lingkungan yaitu sebesar Rp2,7 triliun dari perhitungan kerusakan lingkungan dan hanya menetapkan kerugian negara sebesar Rp1,5 triliun, yaitu sejumlah nilai nikel yang diproduksi atau ditambang oleh PT. PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).

Hal menarik lainnya dalam proses jalannya persidangan, saksi ahli lingkungan yang dihadirkan oleh KPK malah digugat oleh pihak terdakwa Nur Alam. Basuki Wasis, dosen IPB sebagai ahli lingkungan yang menghitung kerugian negara dari sisi kerusakan ekologis dianggap tidak kredibel atau tidak kompeten oleh pihak pengacara terdakwa. Saksi ahli dari KPK yang menghitung kerugian negara dari sisi kerusakan lingkungan tersebut telah digugat ke Pengadilan Negeri Cibinong oleh pengacara dari terdakwa Nur Alam. Walaupun pada akhirnya Pengadilan Negeri Cibinong membebaskan Basuki Wasis, namun tak ayal proses gugatan dari pihak terdakwa tersebut cukup menjadi hambatan atau jalan terjal dalam proses pemberantasan korupsi dalam bidang Sumber Daya Alam. Hal ini dikhawatirkan ada keengganan para pihak untuk menjadi saksi ahli dalam perkara korupsi bidang sumber daya alam.

Menurut penulis, penghitungan kerugian keuangan negara dari sisi kerusakan lingkungan adalah salah satu terobosan hukum yang progresif. Tujuannya adalah agar negara dapat memaksimalkan penggantian kerugian dengan nilai yang sebesar-besarnya. Kerusakan lingkungan akibat eksplorasi dan eksploitasi sudah terpampang nyata. Apalagi eksplorasi dan eksploitasi yang proses perizinannya terbukti melanggar hukum. Lingkungan merupakan bagian dari kekayaan negara. Dari penjelasan umum UU No. 31 Tahun 1999 disebutkan bahwa seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
a. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;
b. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.
Selain itu, dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: 7 Tahun 2014 tentang Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan Hidup juga dijelaskan mengenai metode serta analisis penghitungan kerugian akibat kerusakan lingkungan. Peraturan tersebut mengganti Peraturan yang sebelumnya berlaku, yaitu Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2011 tentang Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Dari penjelasan diatas, penulis berpendapat bahwa kerusakan lingkungan yang dapat dinilai dengan uang dengan proses penghitungan yang dapat dipertanggungjawabkan seharusnya diperhitungkan sebagai bagian dari kerugian keuangan negara. Sudah seharusnya disetiap proses penyidikan dan penuntutan, tidak ada keraguan untuk memasukkan unsur kerusakan lingkungan sebagai bagian dari kerugian keuangan negara. Diharapkan dalam proses penyidikan, penyidik selalu berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk bisa men-declare nilai kerusakan lingkungan sebagai bagian dari kerugian keuangan negara. Jaksa Penuntut Umum diharapkan tidak ragu dan terus mencoba untuk memasukkan kerusakan lingkungan dalam dakwaannya sebagai bagian dari kerugian keuangan negara. Publik akan selalu mendukung langkah yang diambil sebagai bagian dari usaha untuk melindungi lingkungan dari kerusakan akibat eksplorasi dan eksploitasi yang dalam prosesnya terdapat tindakan melawan hukum.
Namun sekali lagi, hakim memiliki kewenangan penuh dalam memutuskan suatu perkara. Bila dihubungkan dengan hukum progresif, tentunya kerugian keuangan negara yang berasal dari unsur kerusakan lingkungan diharapkan menjadi perhatian dan pertimbangan bagi hakim untuk dimasukkan sebagai bagian dari kerugian keuangan negara dalam putusannya. Bila kerugian keuangan negara yang berasal dari kerusakan lingkungan dapat masuk dalam putusan hakim, maka akan menjadi efek positif bagi penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi bidang sumber daya alam. Semoga jalan terjal dalam penegakan hukum bidang sumber daya alam berubah menjadi jalan halus demi keberlangsungan dan kelestarian lingkungan. (VB-BS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *