Berita Banten - Portal Banten - Media Online Banten

Urgensi Percepatan Pengesahan Rencana Undang Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Oleh Phio Romaito M. Sitorus, (Mahasiswa Magister Hukum Universitas Pamulang, Banten)

Dewasa ini kasus kekerasan dan pelecehan seksual semakin meningkat dari tahun ke tahun dan tentu saja ini sangat mengkhawatirkan. Kekerasan dan pelecehan seksual ini dapat terjadi dimana saja baik di ruang/ sarana publik seperti kendaraan umum, dirumah, dilingkungan pendidikan, lembaga pemerintahan, organisai dan tempat yang berbau agama sekalipun serta media sosial.

Berdasarkan data Kementrian Pendayagunaan Perempuan Perlindungan Anak, jumlah anak korban kekerasan seksual sepanjang tahun 2019 hingga 2021 mengalami peningkatan. Pada tahun 2019, jumlah anak korban kekerasan seksual mencapai 6.454, kemudian meningkat menjadi 6.980 di tahun 2020. Selanjutnya dari tahun 2020 ke tahun 2021 terjadi peningkatan sebesar 25,07 persen menjadi 8.730 dan ada 797 anak yang menjadi korban kekerasan seksual sepanjang Januari 2022. Jumlah tersebut setara dengan 9,13 persen dari total anak korban kekerasan seksual pada tahun 2021 lalu yang mencapai 8.730. Sedangkan Sepanjang 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan di mana 15,2 persennya adalah kekerasan seksual. Kasus ini juga meningkat dari tahun sebelumnya.
Hal ini merupakan momok yang cukup menakutkan bagi bangsa kita menginggat terus meningkatnya angka kasus kekerasan dan pelecehan seksual.

Saat ini di Indonesia sendiri sudah memiliki beberapa landasan hukum terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
1. UU No. 7 Tahun 1984 tentang Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3. UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak
4. UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
5. UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
6. UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Sedangkan untuk Peraturan Pemerintah (PP) masing-masing daerah telah mengatur landasan hukum untuk tiap daerahnya.

Beberapa korban yang menghadapi kekerasaan seksual hingga saat ini masih banyak menghadapi kesulitan ataupun hambatan baik dari segi substansi dan sturktur hukum itu sendiri. Kesulitan berupa proses hukum yang berlarut-larut, pembuktian dan tidak adanya pasal yang mengatur kejahatan seksual tertentu, intimidasi dari pelaku bahkan hingga adanya kata damai dengan pemberian dana kompensasi kepada keluarga korban tanpa ada insight dari aparat penegak hukum dan kurangnya dukungan baik dari keluarga, masyarakat bahkan negara sekalipun.

Seperti kita ketahui bahwa saat ini RUU TPKS belum juga disahkan padahal RUU ini sudah diusulkan sejak 9 tahun yang lalu tepatnya tahun 2012 oleh Komnas Perempuan.

RUU TPKS ini juga menuai pro kontra baik di masyarakat dan DPR itu sendiri sehingga menjadi hambatan yang besar bagi pengesahaan RUU TPKS terebut. Bagi masyarakat banyak yang belum memahami dengan baik konsep-konsep kekerasan seksual dan seberapa parah dampaknya bagi korban kekerasan seksual sedangkan dari anggota DPR memiliki ideologi yang berbeda akan RUU TPKS ini.

Perkembangan zaman menuntut perangkat hukum yang ada di Indonesia untuk terus diperbaiki sehingga pencegahan kekerasan seksual dapat ditangani dengan cepat dan tepat untuk itulah RUU memiliki urgensi untuk segera disahkan .

Ada urgenci mengapa RUU ini segera diundangkan diantaranya :
1. Melindungi perempuan dan anak dari kekerasan seksual
2. Kasus kekerasan seksual menunjukkan tren meningkat dari tahun ke tahun.
3. Regulasi nasional yang ada belum cukup untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang ada karena saat ini regulasi KUHP hanya mencakup 2 hal yaitu pemerkosaan dan pelecehan seksual sementara untuk RUU TPKS ada 9 kategori dengan definisi yang lebih luas dan mampu lebih menjerat pelaku.
4. RUU TPKS memberikan perlindungan bagi korban, keluarga korban, dan saksi serta memberikan hak bagi korban.

Didalam RUU TPKS tersebut mengatur sejumlah aspek yang sangat mendukung para korban seperti pencegahan, perlindungan korban, rehabilitasi/ memulihkan hingga kepastian hukum dalam penanganan kasus-kasus kekerasan seksual.

Secara dasar penyusunan, RUU TPKS ini sudah memenuhui syarat filosofis, sosiologi, maupun yuridis untuk dapat diundangkan. Menurut hemat saya sudah saatnya, negara melindungi secara penuh perempuan dan anak dari tindak kekerasan seksual dengan segera mengesahkan RUU TPKS. Untuk diingat juga, berjalan dengan baik atau tidaknya pruduk hukum itu dikembalikan lagi kepada para penegak hukumnya. (VB-BS).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *