Berita Banten - Portal Banten - Media Online Banten

Tangerang Selatan (Varia Banten) – Pemberian Kompensasi Atas Berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021. Oleh Robinas Prayudha. (Mahasiswa Magasiter Hukum Universitas Pamulang, Banten).

Salah satu upaya untuk melakukan perlindungan agar pekerja merasa aman dalam bekerja adalah dengan memberikan perlindungan bagi mereka. Perlindungan yang diberikan kepada pekerja antara lain keselamatan kerja, kesehatan kerja, perlindungan upah dan waktu kerja. Perlindungan bagi pekerja merupakan dambaan bagi setiap pekerja, secara konstitusi perlindungan terhadap pekerja telah dituangkan dalam (Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-4 pasal 27 ayat 2 yang berbunyi : Tiap-tiap Warga berhak atas pekerjan dan perlindungan yang layak bagi kemanusiaan. Hal ini berarti selain diperlukan penyediaan dan perluasan lapangan pekerjaan, dibutuhkan pula perlindungan terhadap Tenaga Kerja. Hal ini juga dipertegas misi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 butir ke-9 yang berbunyi “Perwujudan kesejahteran rakyat yang ditandai oleh meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberikan perhatian utama pada tercukupinya kebutuhan dasar yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, pendidikan dan lapangan pekerjaan”. Selain itu dalam bekerja kita memerlukan jaminan dalam bekerja yang dimana tertuang dalam sebuah Perjanjian Kerja antara Pekerja dengan Perusahaan atau Pengusaha.

Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601 a KUHPerdata, mengenai Perjanjian Kerja disebutkan bahwa: “suatu perjanjian di mana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan upah”. Selain itu pengertian mengenai Perjanjian Kerja juga di ketengahkan oleh seorang pakar Hukum Perburuhan Indonesia, yaitu Bapak Prof. R. Iman Soepomo, S.H. yang menerangkan bahwa perihal pengertian tentang Perjanjian Kerja, beliau mengemukakan bahwa: “Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu dengan membayar upah”.

Omnibus Law memang baik untuk mengatasi masalah regulasi yang terlalu banyak. Namun tanpa adanya upaya lain, masalah disharmoni, ego sektoral sampai masalah regulasi yang tidak partisipatif, tentu penerapan Omnibus Law pun tidak akan efektif mengatasi masalah regulasi tidak cukup hanya sampai Omnibus Law. Omnibus Law dipilih pemerintah sebagai metode yang tepat dalam menyusun payung hukum proses bisnis perizinan di Indonesia karena melalui metode Omnibus Law dapat membuat suatu regulasi mencakup lebih dari satu materi substantif, atau beberapa hal kecil yang telah digabungkan menjadi satu aturan, yang bertujuan untuk menciptakan ketertiban, kepastian hukum dan kemanfaatan. Metode Omnibus Law mampu melakukan perubahan, pencabutan, atau pemberlakukan beberapa karakteristik dari sejumlah fakta yang terkait tapi terpisahkan oleh peraturan perundangundangan dalam berbagai lingkup yang diaturnya. Keberadaan UndangUndang Cipta Kerja didesain sebagai Omnibus Law yang dapat menyeimbangkan antara ketiga tipe umum regulasi yaitu: pertama, economic regulation, dimaksudkan untuk memastikan efisiensi pasar, sebagian melalui promosi daya saing yang memadai di antara para pelaku usaha. Kedua, social regulation, dimaksudkan untuk mempromosikan internalisasi semua biaya yang relevan oleh aktor. Ketiga, administrative regulation, yang bertujuan untuk memastikan berfungsinya operasi sektor publik dan swasta.

Undang-Undang Cipta Kerja mengubah 31 (tiga puluh satu) Pasal, menghapus 29 (dua puluh sembilan) Pasal, dan menyisipkan 13 (tiga belas) Pasal baru di dalam UU Ketenagakerjan (yang selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Ketenagakerjaan). Proses perancangan undang-undang ini banyak sekali opini-opini masyarakat yang tidak setuju, opini publik ini disebabkan karena pengerjaannya yang di deadline hanya selama 100 hari oleh Presiden Jokowi dan juga tidak melibatkan banyak pihak dalam pembuatannya. Akan tetapi ada satu hal yang sangat penting dan menjadi permasalahan utama didalam penyusunan undang-undang ini. Salah satu Permasalahan tersebut adalah adanya pemotongan pesangon kepada para buruh yang diputus hubungan kerjanya oleh perusahaan, Hilangnya cuti melahirkan dan lain sebagainya. Dari itu banyak para buruh dan masyarakat yang menolak adanya RUU Cipta Kerja ini. Hal tersebut menunjukkan ada dinamika dalam pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja, baik secara formal maupun materiil.

Pemerintah mengeluarkan peraturan turunan yang menjelaskan lebih spesifik mengenai klaster ketenagakerjaan tersebut yakni Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Pada pasal 15 dalam aturan tersebut mengatur perihal Kompensasi bagi Pekerja kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu). Pada Peraturan Pemerintah nomor 35 Tahun 2021, disebutkan bahwa perusahaan wajib memberikan pekerja uang kompensasi saat berakhirnya PKWT. Uang kompensasi diberikan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja paling sedikit 1 bulan.

Di Peraturan Pemerintah tenaga kerja terbaru, jika PKWT atau perjanjian kerjanya diperpanjang, maka uang kompensasi akan diberikan saat masa perpanjangan berakhir.
Besarnya uang kompensasi ditentukan sebagai berikut:
1. PKWT selama 12 (dua belas) secara terus-menerus, sebesar 1 (satu) bulan upah
2. PKWT selama 1 (satu) bulan atau lebih dan kurang dari 12 (dua belas) bulan, dihitung secara proporsional dengan perhitungan masa kerja/12 x 1 (satu) bulan upah.
Contoh: masa kerja 6 bulan, kompensasi = 6/12 x 1 bulan upah = 0,5 x upah/bulan
– PKWT lebih dari 12 (dua belas) bulan dihitung secara proporsional dengan perhitungan sebagai berikut: masa kerja/12x 1 (satu) bulan upah.
Contoh: masa kerja 18 bulan, kompensasi = 18/12 x 1 bulan upah = 1,5 x upah/bulan
Pemberian uang kompensasi ini tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang dipekerjakan berdasarkan PKWT.(VB-BS).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *