Berita Banten - Portal Banten - Media Online Banten

Tangerang Selatan (Varia Banten) – Maraknya Pengguna Marketplace Non-Fungible Token (NFT) Dalam Kaitan Dengan Resiko Pelanggaran Hukum Kekayaan Intelektual. Oleh Dwi Jatmiko C (Mahasiswa Magister Hukum Universitas Pamulang-Banten).

NFT (Non-Fungible Token) menjadi perbincangan hangat selama beberapa bulan terakhir ini. Bukan hanya bagi para pegiat aset kripto, popularitas NFT (seperti OpenSea, Tokomall, Metaroid, Artsky dll.) bahkan juga menjadi bahan diskusi hangat di lingkungan para seniman.

NFT atau token yang tidak dapat dipertukarkan, pertama kali menarik perhatian publik ketika sebuah kolase digital milik seorang seniman bernama Beeple laku terjual seharga $ 69 juta di Christie’s pada bulan Maret 2021. Sejak peristiwan itu, penggunaan platform Marketplace ini untuk menyimpan konten digital yang dibeli dan dijual melalui buku besar online yang disebut blockchain telah menjadi marak.

Di Indonesia, sejak peristiwa viralnya “Ghozali everyday” yang mendadak menjadi miliarder melalui NFT, maka orang mulai berbondong-bondong untuk menjual foto dan karya seninya juga. NFT disebut dapat menjadi bentuk suatu investasi baru, sehingga merangsang banyak karya cipta digital lain untuk dijadikan NFT oleh pemiliknya. Karya cipta tersebut kemudian dijual untuk menghasilkan keuntungan yang besar.

Namun demikian, bagaimana sebenarnya hukum hak cipta melihat teknologi baru tersebut? Secara garis besar, NFT merupakan aset kriptografi pada blockchain dengan kode identifikasi unik dan metadata yang membedakan antara satu sama lain. Menkumham Yasonna H Laoly menegaskan, NFT merupakan teknologi yang berpotensi menjadi salah satu solusi pembajakan karya di dunia digital. Senada dengan Menkumham, Plt Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (KI) Razilu mengatakan bahwa sebagian besar obyek dari aset digital merupakan karya yang dilindungi sebagai hak cipta, termasuk NFT. NFT sudah dienkripsi dalam blockchain dan tidak bisa diduplikat. Dengan demikian, aset digital NFT terjamin keasliannya.

Dengan demikian suatu karya seni yang masuk dalam NFT apakah sudah pasti aman dari pelanggaran Hukum? Disini penulis mencoba memberikan pendapat mengenai kaitan NFT dengan hukum kekayaan intelektual terutama masalah hak cipta.

Sesuai dengan namanya NFT merupakan suatu platform marketplace yang menggunakan mata uang kripto tertentu. Item yang diperjualbelikan adalah suatu item digital berupa token dengan menggunakan teknologi blockchain dalam mata uang cripto. Dalam kaitan dengan hukum Hak cipta, marketplace digital NFT ini adalah suatu pasar yang sama saja dengan pasar-pasar karya seni yang sudah ada sebelumnya, baik itu pasar seni, showroom, galeri seni dll. Dalam sistem NFT yang terjadi hanyalah masalah bisnis semata, yaitu penggunaan secara komersial dari suatu karya cipta.

Sebagaimana dalam Pasal 4 UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, bahwa Hak cipta terbagi menjadi 2 yaitu hak moral dan hak ekonomi, dengan demikian yang terjadi dalam suatu marketplace NFT adalah masalah hak ekonomi semata yang memang dapat dialihkan dan diperjualbelikan, sedangkan hak moral tetap melekat secara abadi pada penciptanya.

Harus diakui bahwa sistem dalam marketplace NFT telah menerapkan cara-cara yang canggih dengan teknologi terkini, contohnya NFT menggunakan teknologi blockchain serta juga kode identifikasi unik dan metadata yang membedakan satu sama lainnya sehingga sangat menjamin tidak ada plagiasi dan duplikasi karya cipta. Banyak masyarakat berpikir bahwa dengan memasukkan karya seninya ke NFT maka sudah terjamin originalitas dari karya seninya tersebut. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa sistem blockchain hanya memverifikasi data masuk berdasarkan pada data-data yang telah ada dalam suatu sistem blockchain tertentu. Bisa saja suatu kerya seni telah dideklarasikan sebelumnya pada platform lain yang tidak terdata dalam blockchain tersebut, sehingga tetap saja berpeluang terjadi pelanggaran hak cipta dalam marketplace NFT.

Lantas apakah suatu karya cipta yang orisinil sudah aman secara hukum melalui pendaftaran di NFT saja? Pasal 1 dari UU NOMOR 28 TAHUN 2014 tentang Hak Cipta telah menyatakan bahwa originalitas suatu karya cipta diakui berdasarkan prinsip deklaratif. Dalam Pasal 111 juga dinyatakan bahwa Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik merupakan bukti deklaratif dari kepemilikan suatu karya cipta. Sehingga bisa dipastikan bahwa dengan meng-upload suatu karya cipta di NFT maka unsur deklaratif sudah terpenuhi.

Hukum di Indonesia juga mengakui keberadaan barang digital yang merupakan barang tidak berwujud berbentuk informasi elektronik, hal ini diatur dalam PP No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Dengan demikian NFT sebagai suatu rangkaian kode yang berfungsi sebagai token, dapat diklasifikasikan sebagai barang digital dalam hukum Indonesia. Berdasarkan pasal 25 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyatakan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga NFT ini dapat dilindungi sebagai suatu hak kekayaan intelektual karena pada dasarnya NFT merupakan suatu karya seni yang dienkripsikan ke dalam jaringan blockchain.

Disini penulis justru memandang NFT merupakan suatu sarana platform marketplace yang sangat bagus dan memudahkan bagi para pencipta karya seni untuk merasa lebih dihargai. Keluhan-keluhan dari banyak pencipta terutama mengenai aksi plagiarisme dan perolehan royalti akan lebih terjamin dalam marketplace NFT, karena dalam sistem NFT pencipta dapat meng-upload sendiri karya seninya, menentukan harga sendiri, bahkan menentukan sendiri besaran royalti jika karya seninya berpindah hak ekonomi atau digunakan oleh pihak lain. Bahkan dalam NFT suatu karya seni sudah dienkripsi dalam blockchain dan tidak bisa diduplikat, sehingga cukup terjamin tidak terjadi aksi-aksi plagiarisme terhadap karya seninya.

Yang perlu diperhatikan bahwa dalam proses minting pada NFT berupa modifikasi, transformasi dan penggandaan suatu karya cipta, kita perlu berhati-hati agar tidak melanggar karya cipta pihak yang lain. Aturan-aturan hukum mengenai batasan-batasan pelanggaran dalam melakukan modifikasi suatu karya cipta tetap harus dipahami dan dilakukan dengan penuh hati-hati.

Permasalahan hukum terkait pelanggaran hak cipta bisa terjadi jika orang yang melakukan enkripsi suatu karya seni ke dalam jaringan blockchain bukanlah pencipta karya seni tersebut atau tanpa izin dari penciptanya. Jika hal ini terjadi maka seorang pencipta atau pihak yang membuat suatu karya cipta aslinya dapat menggugat pelaku yang mengenkripsi karya cipta tersebut karena pelanggaran hak cipta. (VB-BS).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *