Tangerang Selatan (Varia Banten) – Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberian Asimilasi Bagi Narapidana Di Masa Covid- 19.Oleh Nanda Satria Nugroho, A.Md.P., SH. (Mahasiswa Magister Hukum Universitas Pamulang-Banten).
Saya Nanda Satria Nugroho sebagai Mahasiswa Magister Hukum Universitas Pamulang dan juga bekerja di Direktrotat Jenderal Pemasyarakatan dibawah naungan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan sedikit berpendapat atau beropini tentang Kebijakan Pemerintah dalam rangka pemberian Asimilasi bagi Narapidana di Masa Covid 19. Setiap negara menyepakati kebijakan pengeluaran Narapidana ditengah wabah Covid-19 melalui pertimbangan Komisi Tinggi PBB “Urgent Action Needed to Prevent Covid-19 Rampaging Through Places of Detention” yang isinya adalah memberikan perlindungan kepada setiap orang yang berada ditempat penahanan khususnya dengan kondisi overcrowded, fasilitas kesehatan yang terbatas, dan tidak memungkinkan adanya social distancing.
Seperti yang kita ketahui tepat di bulan Februari tahun 2020, Indonesia menghadapi bencana nasional non alam yaitu wabah penyakit yang bernama Coronavirus Disease 2019 atau yang disingkat dengan COVID-19. Di dalam keadaan bencana apapun, negara wajib melindungi warga negaranya termasuk narapidana. Menyikapi bencana di tahun 2020 ini pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mencegah penularan COVID–19 karena mengingat pada tujuan hukum itu sendiri sebagaimana adagium “Solus Populi Suprema Lex” yang bermakna keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi maka dari itu pemerintah mengambil langkah besar dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor M.HH.19.PK/01.04.04 Tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19 dengan menggunakan pedoman Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Syarat Pemberian Asimilasi Dan Hak Integrasi Bagi Narapidana Dan Anak Dalam Rangka Pencegahan Dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 yang ditandatangani oleh Menteri Hukum dan HAM, Bapak Yasonna Laoly pada hari Senin tanggal 30 Maret 2020, Peraturan ini juga telah berubah menjadi Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 24 Tahun 2021. Peraturan ini merupakan perubahan bersifat sementara waktu dari Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 03 Tahun 2018 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat sekaligus pembuktian bahwa hukum bersifat dinamis mengikuti keadaan yang ada baik keadaan lingkungan maupun keadaan masyarakat. Keputusan ini diambil sebagai hasil pertimbangan dari berbagai aspek meliputi keselamatan nyawa narapidana dan seluruh pegawai yang bertugas di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun Rumah Tahanan Negara (Rutan). Pertimbangan utama adalah apabila tidak segera diantisipasi, maka Lembaga Pemasyarakatan dengan cepat dapat berubah menjadi kuburan massal padahal yang dirampas dari para tahanan adalah hak atas kebebasannya saja, hak yang lain masih ada dan dimiliki oleh para tahanan, termasuk hak untuk hidup dan hak untuk sehat. Pembiaran narapidana yang karena kondisi Lapas dan Rutan telah overcrowding, dan menjadikan narapidana menjadi sangat rentan dapat terinfeksi virus Corona, akan dapat menyebabkan tujuan pemidanaan tidak tercapai, setidaknya tujuan untuk pembinaan dan pembimbingan narapidana agar menjadi orang yang baik dan berguna akan tidak pernah tercapai. Pasca dikeluarkannya keputusan tersebut banyak muncul pro dan kontra di tengah masyarakat terlebih karena pelaksanaan asimilasi pada Lapas dan Rutan yang berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM tersebut sangat berbeda dengan pelaksanaan asimilasi yang berlaku pada Lapas dan Rutan umumnya. Masyarakat yang dilanda kepanikan akibat penyebaran atau pandemic COVID-19 merasa semakin terbebani dengan dilepaskannya narapidana untuk berbaur di masyarakat dengan tujuan mencegah penyebaran COVID-19 ini. Masyarakat berpikir bahwa narapidana yang dilepaskan akan melakukan kejahatan kembali, dan mengganggu ketertiban bersama sehingga menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan karena harus melawan COVID-19 sekaligus melindungi diri dari narapidana.
Sebelum pembahasan lebih lanjut Saya akan menjelaskan apa itu Asimilasi yang dimaksud, sejatinya asimilasi bukanlah membebaskan Narapidana, sekali lagi bukan “membebaskan”. Asimilasi merupakan program pembinaan deinstitusional dengan mengintegrasikan atau membaurkan narapidana dengan masyarakat. Tentunya dalam memberikan Asimilasi, petugas Pemasyarakatan wajib menyortir dan menyeleksi narapidana yang persyaratan administratif & substantifnya memenuhi kriteria untuk mendapatkan hak asimilasinya. Setelah mendapatkan Asimilasi, Narapidana tersebut masih dalam proses pembimbingan dan pengawasan oleh Balai Pemasyarakatan sampai masa pidananya berakhir. Asimilasi pun sebenarnya merupakan program pembinaan yang ada sejak tahun 1999. Apa saja persyaratan untuk mendapatkan asimilasi? Pertama, narapidana yang 2/3 masa pidananya habis sebelum 31 Juni 2022. Kedua, narapidana yang telah menjalankan setengah masa pidananya. Ketiga, narapidana dengan kategori tindak pidana umum. Jadi, mereka yang mendapatkan asimilasi adalah narapidana yang masa pidananya sudah hampir habis dan dengan kategori tindak pidana umum.
Bagaimana dampak pasca pemberlakuan Asimilasi ini? Pertama, terjadi penurunan tingkat hunian yang signifikan. Perlu kita ketahui bahwa kondisi umum Lapas dan Rutan di Indonesia per 01 Maret 2022 sejumlah 525 UPT dengan kapasitas hunian 132.107 penghuni. Pada tanggal tersebut, jumlah narapidana se-Indonesia adalah 270.996 orang, Terjadi overcrowded 138.889 orang. Dampak pemberlakuan Permenkumham dan Kepmenkumham ini, sekitar 34.537 penghuni mendapatkan hak asimilasi. Dari 270.996 penghuni per 01 Maret 2022, menjadi 236.459 per 3 Maret 2022. Terjadi penurunan overcrowded menjadi sekitar 178%. Meski demikian, hal ini berdampak terhadap efektifitas manajemen pembinaan dan pengamanan Lapas dan/atau Rutan yang lebih terorganisir dan terstruktur. (VB-BS).