Tangerang Selatan (Varia Banten) – Aset Kripto (Cryptocurrency) apakah layak dikenakan Pajak? Oleh Yogi Novadiarly SP., MM. (Mahasiswa Magister Hukum Universitas Pamulang, Tangerang Selatan, Banten).
Cryptocurrency adalah mata uang digital atau virtual yang dijamin dengan kriptografi, yang membuatnya hampir tidak mungkin untuk dipalsukan atau digandakan. Banyak cryptocurrency adalah jaringan terdesentralisasi berdasarkan teknologi blockchain (buku besar terdistribusi yang diberlakukan oleh jaringan komputer yang berbeda). Ciri khas dari cryptocurrency adalah bahwa mereka umumnya tidak dikeluarkan oleh otoritas pusat, membuat mereka secara teoritis kebal terhadap campur tangan atau manipulasi pemerintah. Crypto sendiri “mengacu pada berbagai algoritma enkripsi dan teknik kriptografi yang melindungi entri ini, seperti enkripsi kurva elips, public-private key pairs, dan fungsi hashing.
Cryptocurrency berbasis blockchain pertama adalah Bitcoin, yang masih menjadi yang paling populer dan paling berharga. Saat ini, terdapat ribuan mata uang kripto alternatif dengan berbagai fungsi dan spesifikasi. Beberapa mata uang kripto yang bersaing yang lahir dari kesuksesan Bitcoin, yang dikenal sebagai “altcoin”, termasuk Litecoin, Peercoin, dan Namecoin, serta Ethereum, Cardano, dan EOS. Hari ini, nilai keseluruhan dari semua cryptocurrency yang ada adalah sekitar $ 214 miliar — Bitcoin saat ini mewakili lebih dari 68% dari total nilai.
Investasi pada cryptocurrency atau aset kripto semakin populer, terutama di kalangan investor milenial saat ini. Cryptocurrency tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Bagaimana tidak, sejak tahun 2016 sampai dengan tahun 2020 return dari salah satu cryptocurrency dengan market capitalization terbesar yaitu Bitcoin mencapai 7.023% atau 1.404% p.a. Sebuah return yang fantastis apabila dibandingkan dengan return investasi lainnya seperti deposito yang hanya 3-6% p.a atau obligasi yang hanya 6-10% p.a.
Selain itu, fluktuasi harga cryptocurrency juga menjadi alasan bagi para investor untuk mengambil keuntungan dalam jangka pendek melalui trading atau jual-beli. Dalam sehari investor dapat meraup keuntungan atas capital gain mulai dari puluhan persen sampai dengan ratusan persen. Namun, sesuai prinsip dasar investasi yaitu high risk high return, investor juga dapat menelan kerugian sebanding dengan potensi keuntungannya.
Kenaikan harga cryptocurrency yang dimiliki oleh investor adalah capital gain, yaitu keuntungan yang diperoleh dari selisih harga beli dan harga jual. Sebagai contoh, Pak Amin membeli Bitcoin dengan modal Rp50 juta, pada saat pembelian harga satu Bitcoin senilai Rp50 juta. Kemudian, harga Bitcoin naik menjadi Rp100 juta, naik 100%.
Kenaikan harga Bitcoin, membuat modal Pak Amin juga mengalami kenaikan menjadi Rp200 juta. Pak Budi meraup keuntungan sebesar Rp100 juta. Keuntungan inilah yang menjadi objek pajak. Jenis pajak penghasilan yang dapat dikenakan atas keuntungan jual-beli cryptocurrency ini adalah PPh Pasal 25/29, yaitu wajib pajak secara mandiri (self-assessment) membayar sendiri pajak yang terutang.
Dalam Pasal 4 UU Nomor 7 Tahun 1983 s.t.t.d. UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dengan adanya rencana dari Bapepti untuk membentuk Bursa Kripto, semakin memperjelas regulasi tentang ekosistem investasi cryptocurrency di Indonesia. Hal ini merupakan keuntungan bagi investor karena memberikan kepastian hukum dan keamanan dalam berinvestasi, dan juga lembaga lain khususnya otoritas pajak untuk melakukan penggalian potensi pajak.
Pemerintah akan memberlakukan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak pertambahan Nilai (PPN) atas aset kripto yang berlaku mulai 1 Mei. Transaksi aset kripto akan dikenakan tarif PPh dan PPN yang bersifat final. Ketentuan mengenai pajak kripto ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 68 tahun 2022. Aturan ini merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Pemerintah mengenakan PPN 1% dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto atas penyerahan aset kripto, berupa jual beli atau tukar menukar. Perhitungannya, yakni: 1% x 11% x nilai transaksi aset kripto.
Tarif tersebut berlaku apabila penyelenggara perdagangan merupakan pedagang fisik. Namun, jika penyelenggara perdagangan bukan pedagang fisik maka tarif yang berlaku adalah 2% dari PPN atau 2% X 11% X nilai transaksi kripto.
Adapun ketentuan PPN untuk JKP berupa jasa penyedia sarana elektronik yang dipakai untuk transaksi kripto yakni mengalikan tarif PPN 11% dengan dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajaknya berupa penggantian, yaitu sebesar komisi atau imbalan dengan nama dan bentuk apapun. Jika imbalannya mata uang asing maupun aset kripto, maka harus dikonversi ke rupiah terlebih dahulu.
Pemajakan cryptocurrency dapat dilakukan sebagaimana pengenaan pajak atas transaksi saham atau aset derivatif di bursa, yaitu dikenakan secara final sesuai Pasal 4 ayat (2) UU Pajak Penghasilan. Dengan adanya Bursa Kripto, skema pengenaan pajak dapat dilakukan secara withholding system agar penerimaan lebih optimal dengan Bursa Kripto sebagai pemungut.
Untuk saat ini, pemerintah dapat menunjuk pedagang aset kripto sebagai pemungut pajak sembari menunggu peresmian Bursa Kripto. Saat ini, terdapat tiga belas pedagang aset kripto yang sudah terdaftar dan diawasi oleh Bapepti.
Potensi Pajak Pertambahan Nilai juga terdapat dalam transaksi cryptocurrency. Sudah jelas bahwa pemerintah menganggap cryptocurrency sebagai aset, bukan sebagai alat pembayaran. Aset kripto tidak termasuk dalam daftar negatif Pasal 4A UU PPN. Maka, transaksi atas penyerahan cryptocurrency dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Pengenaan pajak atas cryptocurrency memang dapat berkontribusi bagi penerimaan negara. Namun, hal itu bukanlah segalanya, perlu dilakukan analisis dan kajian lebih mendalam agar pengenaan pajak tidak membuat ekosistem bisnis aset kripto menjadi lesu karena beban biaya bagi investor akan menjadi lebih banyak. (VB-BS).