TANGERANG SELATAN (variabanten.com)-Ruang gerak para pelaku tindak pidana pencucian uang yang menggunakan transaksi tunai harus dipersempit. Pemerintah berencana membatasi transaksi yang menggunakan uang tunai melalui Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal, yang antara lain mengatur tentang larangan melakukan transaksi uang tunai di atas Rp.100 juta atau yang nilainya setara dalam satu hari. Hal ini didorong dari hasil analisis PPATK yang menemukan peningkatan tren transaksi uang tunai yang diduga dilakukan untuk mempersulit upaya pelacakan asal-usul uang yang berasal dari tindak pidana. Berbeda dengan transaksi nontunai dalam jumlah besar yang mudah dilacak oleh PPATK.
Karena hingga kini, banyak sekali problematika dan kasus modus kejahatan pencucian uang dengan menggunakan uang tunai yang ditempatkan pada sejumlah bidang ataupun wilayah. Maka dari itu muncul berbagai keinginan serta dorongan kepada pemerintah agar RUU PTUK ini bisa segera disahkan menjadi Undang-Undang.
Bukan rahasia umum, modus praktik suap menyuap paling banyak terjadi dalam bentuk serah terima uang tunai. KPK sendiri mencatat setidaknya ada 791 perkara suap-menyuap yang ditanganinya sejak tahun 2004 hingga tahun 2021. Pola transaksi secara tunai juga kerap terjadi dalam tindak pidana pencucian uang. Keduanya sama-sama bertujuan mengaburkan dan menghapus jejak transaksi dan aliran dana tersebut.
Bahkan Menko Polhukam Mahfud MD pernah menyampaikan dalam channel YouTube PPATK bahwa jika berbelanja lewat bank maka akan ketahuan dari mana uangnya, bila seseorang gajinya sekian dan tidak punya perusahaan tetapi bisa berbelanja setiap bulan misalnya Rp.250 juta maka akan mudah diketahui, dari situ bisa dilacak jangan-jangan ini pencucian uang. Terkait kasus judi, ada modus dugaan korupsi pejabat membawa uang tunai ke luar negeri ditukar menjadi mata uang dolar, selanjutnya dibawa pulang ke Indonesia dengan mengaku uang tersebut hasil menang judi.
Sebenarnya Indonesia sudah menerapkan pembatasan transaksi uang kartal atau uang tunai dengan semangat pencegahan pencucian uang melalui penyelenggara jasa keuangan. Prinsip know your customer yang berlaku bagi penyelenggara jasa keuangan adalah salah satu wujud penerapan Pasal 18 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal tersebut menyebutkan bahwa penyelenggara jasa keuangan perlu mendalami transaksi dari pelanggan dengan nilai lebih dari Rp100 juta atau mata uang yang setara dengan nilai tersebut.
Demikian pula dengan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2016 tentang Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran lain Ke Dalam dan Ke Luar Daerah Pabean Indonesia juga mengatur hal yang sama, bahwa setiap orang yang membawa uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain paling sedikit Rp.100 juta atau yang nilainya setara dengan itu ke dalam atau ke luar daerah pabean wajib memberitahukan kepada pejabat bea dan cukai.
Nantinya RUU PTUK akan memperkuat regulasi yang sudah ada dengan membatasi transaksi uang kartal secara lebih menyeluruh, agar modus kejahatan finansial yang umumnya dilakukan dengan transaksi tunai untuk mengaburkan dan menghilangkan jejak dapat diminimalisasi. Sebenarnya Kementerian Hukum dan HAM sudah memasukkan RUU PTUK dalam daftar Program Legislasi Nasional 2015-2019, namun pembahasannya masih terhambat. Saat ini RUU PTUK kembali masuk dalam Program Legislasi Nasional periode 2020-2024.
Regulasi terkait pembatasan transaksi uang kartal ini juga diperlukan dalam menghambat tindak kejahatan ekonomi apapun termasuk narkoba, korupsi maupun terkait pendanaan terorisme. Selain itu aturan mengenai pembatasan transaksi uang kartal juga nantinya akan menghemat biaya pencetakan uang dan mengurangi peredaran uang palsu. RUU PTUK tidak akan mengganggu kegiatan bisnis di Indonesia, justru sistem ini akan mempercepat transaksi karena tidak perlu repot membawa-bawa uang tunai. Sehingga sebaiknya RUU PTUK sebagai inisiatif pemerintah ini segera dilakukan pembahasan antara pemerintah dan DPR, untuk selanjutnya disahkan sebagai Undang-Undang. VB-BS.