Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Pada 28 Januari 2023, pasangan artis MT dan DM menikah di Bali menggunakan dua tradisi agama, yakni akad nikah Islam dan akad nikah gereja Kristen. Beberapa orang bertanya-tanya tentang agama keduanya. Hal ini dikarenakan DM dan MT berbeda agama, DM menganut agama Islam, sedang MT kini diketahui menganut agama Kristen.
Dalam instruksi UU No. 1 Tahun 1991 Presiden Republik Indonesia tentang komplikasi Hukum Islam. Pasal 4 menyatakan: “Perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum Islam, sesuai dengan Pasal 2 (1) Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974.” Berdasarkan pendapat umum ulama se-Indonesia, para anggota ormas sepakat MUI, NU dan Muhammadiyah sepakat melarang perkawinan beda agama baik bagi laki-laki muslim maupun muslimah.
Secara regulatif, pernikahan beda agama di Indonesia tidak memiliki kekuatan hukum, sebab Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam sebagai hukum positif telah melarang nikah beda agama. Oleh karena itu Kantor Urusan Agama maupun Catatan Sipil tidak akan melakukan pencatatan administratif atas peristiwa nikah beda agama.
Rasulullah Saw menekankan agar kualitas agama menjadi prioritas pilihan di dalam menentukan pasangan ke jenjang pernikahan. Dijelaskan dalam sebuah hadis: “Wanita dinikahi didasarkan pada empat hal: karena hartanya, kecantikannya, keturunannya, dan agamanya. Utamakanlah kualitas agamanya, agar kamu tidak celaka” (Riwayat Bukhari-Muslim). Pesan hadis ini menegaskan supaya memilih pasangan dalam pernikahan dengan yang seagama. Namun realitasnya, pernikahan beda agama tetap berjalan di tengah masyarakat Indonesia.
Pelarangan perkawinan beda agama dalam kompilasi hukum Islam didasarkan pada alasan-alasan penting seperti: UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Bab 1, Pasal 2, Ayat 1: “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing.” Inilah dasar “perkawinan dasar” bagi warga negara Indonesia (termasuk umat Islam di Indonesia) yang merupakan ketentuan hukum Negara yang berlaku umum, mengikat, dan meniadakan perbedaan pendapat.
Perkawinan beda agama antara artis dan rakyat biasa terjadi di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa perkawinan beda agama tetap ada, meskipun kontroversial. Di satu sisi bertentangan dengan hukum Islam, di sisi lain ada ketentuan sebagai hukum positif, yaitu Undang-undang No. 1 Tahun 1974, yang mengatur tentang perkawinan dan komplikasi hukum Islam.
Penegasan Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 221 melarang perkawinan antara seorang Muslim dengan seorang non-Muslim yang termasuk dalam kategori musyrik. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 68/PUU-XII/2014 melarang perkawinan beda agama. Oleh karena itu, Kantor Urusan Agama (KUA) dan Kantor Catatan Sipil tidak melakukan pencatatan administrasi perkawinan beda agama. Melakukan perkawinan beda agama berarti tidak mengikuti hukum dan peraturan yang berlaku di negara ini.
Dari perspektif hukum Islam dan hukum positif, perkawinan beda agama dipandang lebih merugikan daripada menguntungkan. Hukum Islam memperbolehkan laki-laki muslim menikah dengan wanita ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), sedangkan hukum positif tidak memperbolehkan pernikahan beda agama. Larangan tersebut bermula dari fakta bahwa pernikahan beda agama memiliki dampak negatif yang lebih besar terhadap keberlangsungan rumah tangga. Memiliki banyak kepercayaan dalam sebuah keluarga dapat menimbulkan banyak ketegangan, terutama dalam hal praktik keagamaan.
Ditegaskan bahwa pernikahan yang paling ideal sesuai petunjuk QS al-Rūm ayat 21, dan yang dapat membawa kepada keselamatan di dunia maupun akhirat serta keluarga yang bahagia: sakinah, mawaddah dan rahmah adalah pernikahan dengan orang yang seagama. VB-Putra Trisna.