Konsekwensi Perebutan Hak Waris Berdampak Pada Perbuatan Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menghilangkan Nyawa Seseorang, Oleh : Rinda Maharani Mahasiswa Magister Hukum Universitas Pamulang

TANGERANG SELATAN, (variabanten.com)

TINJAUAN HUKUM
Perebutan Hak Waris sering kali memicu konflik yang tajam dalam keluarga, bahkan dapat mengakibatkan “Tindak Pidana Penganiayaan yang berujung pada Hilangnya Nyawa Seseorang”. Perebutan waris ini berujung pada perselisihan perdata, namun juga dapat memicu emosi dan kekerasan fisik. Pasal 351 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun. Jika penganiayaan tersebut mengakibatkan korban meninggal dunia, ancaman pidananya bisa bertambah sesuai dengan ketentuan Pasal 351 ayat (3) KUHP.

Konflik perebutan hak waris yang berujung pada penganiayaan berat mengindikasikan adanya unsur kesengajaan dan niat pelaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam beberapa kasus, penganiayaan yang dilakukan dengan berencana dan mengakibatkan luka berat atau kematian telah diputuskan oleh hakim berdasarkan bukti visum dan keterangan saksi, sehingga pelaku dapat dijerat dengan Pasal 351 ayat (2) KUHP atau pasal yang lebih berat lagi jika terbukti adanya perencanaan.

Namun, dalam praktiknya, konflik warisan ini tetap menjadi salah satu penyebab utama terjadinya penganiayaan dalam keluarga. Mediasi yang tidak berhasil, rasa ketidakadilan, dan tekanan ekonomi sering kali memperburuk situasi, sehingga mendorong anggota keluarga untuk melakukan kekerasan yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa. Oleh karena itu, akibat dalam sengketa hak waris menjadi perhatian sangat serius dan penting dalam Penegakan Hukum Pidana di Indonesia.

Pemenuhan Unsur-unsur tersebut diatas, yaitu:
1. Adanya Kesalahan (Kesengajaan dan Kelalaian) Unsur kesalahan itu sendiri terbagi menjadi dua bentuk, yaitu :
a. Dengan sengaja (dolus) Adapun pembagian jenis sengaja yang dibagi tiga jenis yaitu antara lain:
1) Konsep kesengajaan, sebagaimana diterapkan dalam konteks tindak pidana, berkaitan dengan kemauan dan kesadaran pelaku, yang memiliki keinginan dan kesadaran akan tindakan tersebut serta akibat yang ditimbulkannya.
2) Secara sengaja dan sadar, bentuk musyawarah ini muncul ketika pelaku dalam menjalankan tindakannya tidak bermaksud untuk mewujudkan hasil yang diharapkan, melainkan memandang tindakan tersebut sebagai sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang berbeda. Hak atas pengakuan dan nafkah tindakan tersebut disengaja atau tidak, pelaku menyadari tindakan tersebut, meskipun mereka tidak menginginkan akibat dari yang dilakukannya.
3) Dengan sengaja menyadari kemungkinan besar terjadinya, pelaku, meskipun tidak menginginkan akibat dari tindakannya, namun memiliki pengetahuan sebelumnya tentang potensi terjadinya akibat tersebut. Namun demikian, pelaku tetap melanjutkan tindakannya, dengan menanggung risiko yang terkait.

b. Perbuatan (Unsur Objektif)
Adanya tindakan fisik yang melukai atau menyebabkan rasa sakit pada tubuh orang lain, seperti memukul, menendang, menusuk, atau tindakan kekerasan lainnya yang berakibat pada luka berat.

c. Akibat Perbuatan.
Penganiayaan tersebut harus mengakibatkan luka berat pada korban, yang dalam Pasal 90 KUHP didefinisikan sebagai luka yang:
– Tidak memberi harapan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut,
– Mengakibatkan ketidakmampuan menjalankan pekerjaan,
– Kehilangan panca indera, cacat berat, lumpuh, gangguan pikiran berkepanjangan, atau kematian.

d. Adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan dan akibat tersebut

2. Adanya Konflik Warisan
Perasaan tidak puas atau keberatan dari salah satu atau beberapa ahli waris terhadap pembagian harta yang dianggap tidak adil atau tidak sesuai dengan hukum yang berlaku, tidak adanya upaya penyelesaian secara kekeluargaan yang dapat memperburuk konflik.

3. Pertanggungjawaban Pidana
Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang atau dipaksakan dan diancam dengan pidana sebagaimana yang ditentukan dalam pasal-pasal hukum pidana. Akan, tetapi, tidak setiap perbuatan seorang yang memenuhi syarat sebagai suatu kejahatan dapat dituntut atau dipertanggungjawbkan secara pidana, karena pertanggungjawaban pidana hanya dapat diterapkan jika pelakunya bersalahan. Pertanggungjawaban merupakan salah satu asas dasar hukum pidana, yang dikenal juga dengan asas “tiada pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan” (geen straf zonder schuld). Oleh karena itu, ketika membahas pertanggungjawaban pidana, perlu diperhatikan untuk memahami 2 hal, yaitu Tindak Pidana (daad strafrecht), dan Pelaku yang melakukan kejahatan (dader strafrecht).

Karena dalam hukum pidana kita mengetahui bahwa suatu perbuatan sesuai dengan unsur-unsur tindak pidana maka tidak perlu pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Perlu ditegaskan kembali bahwa pertangungjawaban pidana hanya dapat dikenakan kepada orang yang melakukan suatu tindak pidana, jika ia bersalah bersalahan atau jika ia dapat dituntut dengan suatu tindak pidana.

Opini Legal
Perebutan harta warisan merupakan masalah kompleks yang sering terjadi melibatkan aspek hukum, sosial, dan psikologis keluarga. Ketidakadilan dalam pembagian warisan, ketidak jelasan surat wasiat, dan kurangnya penyesuaian hukum dalam keluarga menjadi faktor yang memicu perebutan warisan. Oleh karena itu, diperlukan reformasi hukum waris yang lebih inklusif dan transparan, serta pendekatan penyelesaian harta waris mengutamakan mediasi secara komunikatif dan musyawarah kekeluargaan untuk menjaga keadilan dan keharmonisan keluarga di Indonesia.

VB-Putra Trisna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *