
TANGERANG SELATAN, (variabanten.com)
Duduk Perkara
Indonesia sebagai negara hukum menempatkan hukum sebagai panglima dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Namun, realita di lapangan menunjukkan adanya fenomena yang bertolak belakang dengan prinsip tersebut, yaitu kecenderungan masyarakat untuk main hakim sendiri (eigenrichting) terhadap seseorang yang dianggap sebagai pelaku kejahatan. Fenomena ini tidak hanya mencederai nilai-nilai hukum, tetapi juga mengancam hak asasi manusia dan prinsip keadilan yang dijunjung dalam sistem hukum Indonesia.
Praktik main hakim sendiri sering terjadi secara spontan, dalam bentuk penganiayaan, pengeroyokan, hingga pembunuhan terhadap pelaku kejahatan, khususnya kejahatan jalanan seperti pencurian, perampokan, atau penjambretan. Video-video viral mengenai pelaku pencurian sepeda motor yang dibakar hidup-hidup oleh massa adalah potret nyata dari lemahnya kesadaran.
Dasar Hukum
Meskipun tidak diterangkan secara eksplisit hukum atau pasal apa yang bisa dijerat terkait main hakim sendiri, segala bentuk kekerasan atau penghukuman tanpa wewenang resmi dan proses hukum dapat dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum, yang melanggar berbagai ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan peraturan lainnya. Dasar Hukum Pelarangan Main Hakim Sendiri antara lain:
1. UUD 1945 – Prinsip Negara Hukum, Pasal 1 ayat (3) UUD 194.
2. KUHP – Perlindungan Terhadap Hak Asasi Pelaku, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang kekerasan bersama terhadap orang atau barang, Pasal 338 KUHP.
3. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 18 ayat (1)
Pendapat Hukum
Fenomena main hakim sendiri (eigenrichting) yang marak terjadi di masyarakat merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap prinsip negara hukum yang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Yang menegaskan bahwa “negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam negara hukum, segala bentuk penegakan keadilan harus dilakukan melalui mekanisme hukum yang sah dan tidak boleh dilakukan secara sepihak oleh individu atau kelompok masyarakat.
Sayangnya, cara berpikir yang sempit membuat masyarakat tidak mempertimbangkan akibat dari tindakan yang mereka lakukan. Salah satu contoh adalah maraknya tindak kekerasan yang dilakukan oleh massa terhadap pelaku kejahatan atau yang dikenal dengan main hakim sendiri (eigenrichting). Menurut psikolog Athalia Sunaryo, tindakan ini dipengaruhi oleh kondisi psikologis seseorang yang berubah saat berada dalam kelompok, sehingga mereka bisa bertindak di luar nilai-nilai pribadi yang biasanya mereka pegang.
Selain melanggar hukum pidana, tindakan eigenrichting juga mencederai nilai-nilai keadilann, kemanusiaan, dan Hak Asasi Manusia, bahkan berpotensi memperkeruh kondisi sosial karena memupuk budaya kekerasan dan menghilangkan kepercayaan terhadap aparat penegak hukum.
Pendekatan hukum pidana di Indonesia menganut asas due process of law, yaitu setiap orang termasuk pelaku kejahatan berhak mendapatkan proses hukum yang adil, tidak boleh dihakimi sebelum diputus bersalah oleh pengadilan. Oleh karena itu, tindakan eigenrichting tidak hanya melanggar hukum formal, tetapi juga menghancurkan pondasi keadilan yang menjadi pilar sistem hukum nasional.
VB-Putra Trisna.






