Kota Tangerang Selatan ( Varia Banten) – Mempertanyakan Kesyariahan Fintech Syariah Di Indonesia (Oleh Adi Nur Rohman
Mahasiswa Magister Hukum Universitas Pamulang, Kota Tengerang Selatan, Provinsi Banten).

Fintech syariah
Geliat ekonomi dengan massifnya perkembangan industri digital di era globalisasi saat ini kian menambah warna serta dimensi transaksi perekonomian modern. Perkembangan teknologi yang kian melaju dengan pesat mengharuskan pelaku industri keuangan untuk mulai berbenah diri dalam rangka menghadapi revolusi industri keuangan. Peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia berperan sangat penting terhadap perubahan perilaku masyarakat termasuk dalam pemanfaatan bisnis keuangan berbasis teknologi. Gelombang baru di dunia bisnis semakin terlihat dengan tampilnya teknologi finansial (fintech) yang merupakan bentuk perkawinan antara teknologi dan bisnis keuangan.

Fintech tampil sebagai model baru di dunia bisnis keuangan yang menawarkan berbagai fasilitas sehingga memudahkan para penggunanya dalam aktivitas transaksi keuangan sehari-hari. Kehadiran fintech dalam transaksi keuangan menjadikan aktivitas keuangan terasa lebih mudah, cepat dan efisien. Beberapa produk layanan fintech yang ditawarkan antara lain: dompet digital (e-wallet), crowdfunding, peminjaman uang (lending), account aggregator, dan sebagainya. Tak mau ketinggalan, pemerintah pun ikut merespon kehadiran fintech dengan menerbitkan berbagai peraturan dari instansi pemerintah terkait seperti Bank Indonesia (BI) dengan Peraturan BI Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggunakan istilah Inovasi Keuangan Digital (IKD) untuk menyebut fintech dan ikut menerbitkan peraturan khusus terkait pinjam meminjam uang (lending) berbasis teknologi melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Disamping kedua peraturan diatas, masih banyak peraturan-peraturan lain berkaitan dengan teknologi finansial guna mengatur lalu lintas transaksi keuangan digital yang aman dan nyaman bagi masyarakat.

Hadirnya fintech di Indonesia rupanya juga mendapat respon dari masyarakat muslim dan juga kalangan pemerhati hukum ekonomi syariah baik praktisi maupun akademisi. Usaha dan kegiatan fintech sebagai bagian dari kegiatan ekonomi tentunya harus dapat memenuhi kebutuhan transaksi keuangan yang halal bagi masyarakat muslim mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Transaksi keuangan yang halal dalam paradigma ekonomi syariah harus terbebas dari unsur maysir (perjudian), tadlis (penipuan), gharar (ketidakjelasan) dan riba. Sistem ekonomi syariah merupakan keseluruhan kegiatan usaha atau perbuatan yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip syariah (Mardani 2007, 58). Beberapa karakteristik ekonomi syariah cenderung bersifat eksklusif dibandingkan dengan sistem perekonomian lainnya. Ekonomi syariah berfokus pada nilai-nilai ketuhanan (ilahiyyah), akhlak, kemanusiaan (insaniyyah), keadilan (al-‘adalah), dan keseimbangan (at-tawazun) (Z. Ali 2008, 3).

Sebagai kelanjutan atas respon tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) menerbitkan beberapa fatwa terkait fintech, antara lain Fatwa DSN-MUI Nomor 116/DSN-MUI/IX/2017 tentang Uang Elektronik Syariah dan Fatwa DSN-MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. Pasca terbitnya fatwa tersebut, perusahaan-perusahaan penyelenggara fintech kian bermunculan dengan menawarkan layanan fintech syariah baik dengan entitas penyelenggara syariah ataupun umum. Eksistensi fintech syariah semakin mendapatkan tempatnya setelah pada tahun 2017 dibentuk sebuah asosiasi yang mewadahi fintech syariah di Indonesia dengan nama Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI). Di awal kemunculannya, AFSI menaungi tujuh penyelenggara fintech syariah dari 148 fintech yang terdaftar secara resmi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menakar Kesyariahan Fintech Syariah
Kehadiran fintech syariah seakan menjadi jawaban atas permintaan masyarakat muslim dalam bertransaksi keuangan yang halal yang terbebas dari unsur-unsur yang diharamkan dalam agama Islam. Sejalan dengan kemajuan teknologi yang kian modern saat ini, menjadikan fintech syariah kian menjadi primadona yang menawarkan berbagai kemudahan dalam transaksi keuangan secara halal. Bank Indonesia memprediksi potensi perkembangan fintech syariah di Indonesia akan terus mengalami tren positif dengan meningkatnya jumlah pengguna khususnya dari kalangan muslim. Terlebih saat ini OJK (2021) mencatat jumlah nasabah perbankan syariah mencapai 34 juta nasabah dan angka ini diyakini akan terus meningkat dari waktu ke waktu.

Konsep syariah yang disematkan pada fintech sejatinya sama dengan konsepsi syariah pada perbankan. Perbedaan penyelenggaraan fintech syariah dan konvensional secara prinsipil terletak pada akad yang digunakan antara pelaku usaha dan investor serta konsumen. Adanya akad tersebut merupakan bentuk kepatuhan terhadap syariah (sharia compliance) dan penjagaan terhadap kegiatan yang bertentangan dengan syariah.

Untuk dapat melihat apakah suatu fintech syariah benar-benar telah sesuai dengan kerangka syariah, maka dapat dilakukan pengukuran terhadap pihak penyelenggara fintech syariah. Pengukuran tersebut mengacu kepada landasan al-Qur’an, hadis, fatwa dan ijtihad ulama serta kaidah fiqih. Secara umum, beberapa indicator yang dapat dijadikan sebagai alat ukur kesyariahan fintech syariah adalah sebagai berikut:
1. Terhindar dari maghrib
Tolak ukur utama apakah suatu penyelenggara fintech syariah benar-benar sesuai dengan syariah adalah terhindar dari prakti-praktik yang berbau maysir (perjudian), gharar (ketidakjelasan), dan riba. Ketiga unsur tersebut menjadi parameter utama dalam menilai kesyariahan suatu fintech syariah. Oleh karenanya, ketiga hal tersebut dapat dilihat dalam addendum-adendum yang tertuang dalam akad perjanjian antara pelaku dan investor atau konsumen.
2. Akuntabilitas
Prinsip lain yang harus diperhatikan adalah akuntabilitas. Prinsip akuntabilitas merupakan karakteristik utama dalam sebuah kegiatan muamalah dalam Islam. Praktik penipuan (tadlis) menjadi sebuah keharaman mutlak sehingga baik pihak penyelenggara maupun pengguna layanan harus benar-benar akuntabel dalam mengadakan sebuah transaksi keuangan berbasis digital.
3. Keadilan dalam bertransaksi
Keadilan disini diartikan sebagai kesamaan dan kesetaraan diantara pihak. Pembebanan atas hak dan kewajiban harus seimbang diantara kedua belah pihak dan tidak ada yang lebih dominan antara satu dengan lainnya. Pihak penyelenggara dan pengguna harus memiliki itikad baik sehingga mampu memenuhi keseluruhan hak dan kewajibannya.
4. Transparansi
Prinsip keterbukaan informasi juga menjadi faktor penting dalam menjamin kesyariahan suatu fintech syariah. Dalam hal ini, kejujuran menjadi kunci utama dalam mewujudkan transparansi yang kredibel dan terpercaya.
5. Kewajaran
Keuntungan yang didapat pihak penyelenggara tidak boleh berlebihan dan melanggar koridor syariat agama. Keuntungan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah cenderung memberikan dampak negative dan kezaliman bagi pihak tertentu. Oleh karenanya, diperlukan adanya kewajaran dalam sebuah transaksi yang berbasis syariah.
6. Kesalehan sosial
Salah satu bentuk etika sosial yang juga harus dipenuhi adalah kesalehan sosial dalam bentuk kewajiban zakat. Pihak yang merasa mendapatkan keuntungan berlebih seyogyanya juga memperhitungkan besaran zakat yang harus ditunaikan sebagai bentuk tanggungjawab sosialnya.

Atas dasar beberapa indicator diatas, maka fintech syariah tidak lagi sebatas retorika semata. Entitas syariah yang disematkan pada fintech syariah harus benar-benar mengaplikasikan nilai-nilai syariah dan menjamin kehalalan transaksinya sehingga terhindar dari hal-hal yang dilarang agama disamping juga sebagai bentuk kepatuhan dan ketaatan masyarakat muslim terhadap ajaran agamanya.(VB-BS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © Varia Banten. All rights reserved. | Best view on Mobile Browser | ChromeNews by AF themes.