Tangerang Selatan (Varia Banten) – Pandangan Hukum Terhadap Penebangan Liar Di Indonesia. Oleh Diva Agustina Rahmawati, SH. (Mahasiswa Magister Hukum Universitas Pamulang, Banten).
Hukum berkaitan langsung untuk menjerat pelaku perusakan hutan di Indonesia adalah UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H). UU P3H bertujuan untuk menjaga keberlangsungan hutan Indonesia secara kontinu. Ketentuan perundangan ini adalah lex specialis (ketentuan khusus) dari UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (Kehutanan). UU P3H bertujuan untuk menjerat kejahatan kehutanan yang sistematis dan sulit untuk diselesaikan oleh UU No. 41 tahun 1999.
Salah satu pasal dari UU P3H yang secara gamblang melarang kegiatan perusakan hutan adalah Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22. Pasal tersebut mengatur bagaimana UU P3H mengatur salah satu kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan, yaitu penebangan liar. Setiap tahunnya, selalu muncul kasus kerusakan hutan baru. Faktor yang mendasari kerusakan hutan bermacam-macam. Faktor-faktor kerusakan hutan antara lain:
• Penebangan Liar
Penebangan liar secara ilegal di suatu kawasan hutan dapat menurunkan dan mengubah fungsi hutan. Umumnya kayu hasil penebangan liar akan dijual kembali kepada penadah untuk nantinya akan dijadikan barang jadi dalam bentuk lain. Hutan akan kehilangan pohon yang memiliki daya serap akan air dan karbondioksida, sehingga timbul potensi longsor, banjir, dan peningkatan polusi pada masyarakat.
• Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan dipengaruhi faktor iklim dan kesengajaan. Namun, di Indonesia kebanyakan kebakaran hutan terjadi karena faktor kesengajaan. Beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab sengaja membakar hutan untuk membuka lahan perkebunan maupun pemukiman.
• Alih Fungsi Hutan Menjadi Kebun Kelapa Sawit
Alih fungsi hutan menjadi kebun kelapa sawit sering dilakukan oleh korporasi besar yang tak bertanggung jawab secara sistematis. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang menguntungkan dan selalu dibutuhkan. Sehingga beberapa pihak tak bertanggung jawab tersebut sengaja menggunakan hutan sebagai lahan untuk kebun baru mereka tanpa pertimbangan dampak negatif yang akan terjadi.
• Serangan Hama
Terkadang, serangan hama menyerang dan beberapa jenis pohon tertentu di dalam hutan. Tanpa penanganan yang serius, hama akan membuat pohon mati dan pada akhirnya perlahan-lahan jumlah pohon akan berkurang.
• Limbah Industri
Kasus perusahaan membuang limbah industri di aliran sungai di tengah hutan sering kali terdengar. Limbah tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan sekitarnya termasuk kehidupan flora dan fauna.
Berdasarkan faktor-faktor kerusakan hutan di atas, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa jenis kerusakan hutan yang bersumber dari pelanggaran yang dilakukan manusia. Pelanggaran tersebut sengaja dilakukan demi kepentingan pribadi tanpa mengindahkan dampak yang akan terjadi. Pelanggaran tersebut antara lain, Penebangan hutan, Pembakaran hutan, Alih fungsi hutan, dan Pembuangan sampah industri.
Penanganan Kejahatan di Bidang Kerusakan Hutan.
Selama sepuluh tahun terakhir, laju kerusakan hutan di indonesia mencapai dua juta hektar per tahun. Selain kebakaran hutan, penebangan liar (Illegal Loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Penebangan liar telah menjadi penyebab utama kerusakan hutan yang sangat parah. Bahkan lebih dari itu, penebangan haram ini telah melibatkan banyak pihak dan dilakukan secara terorganisir serta sistematis. Kejahatan ini bukan hanya terjadi di kawasan produksi, melainkan juga sudah merambah ke kawasan lindung dan taman nasional.
Peraturan perundang-undangan telah dianggap tidak memadai dan belum mampu menangani pemberantasan secara efektif terhadap perusakan hutan yang terorganisasi; berdasarkan perimbangan tersebut disusunlah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H).
Kabupaten Buton Utara merupakan Kabupaten yang memiliki luas Kawasan hutan, yaitu seluas 59.834 hektar atau 31,11 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Buton Utara karena dengan kondisi seperti itu banyak masyarakat yang menggantungkan hidup pada kawasan hutan, sehingga sangat memungkinkan terjadinya penebangan liar.
Kejahatan hutan dalam hal ini penebangan liar di wilayah Kabupaten Buton Utara semakin menggila. Pengapalan kayu tanpa dokumen dilakukan secara terang-terangan. Ironisnya, kejahatan itu tak juga bisa dihentikan, bahkan para pelaku masih saja lolos dari jerat hukum. Selama ini, praktik penebangan liar dikaitkan dengan lemahnya penegakan hukum, di mana penegak hukum hanya berurusan dengan masyarakat lokal atau pemilik alat ransportasi kayu dan tumpang tindih dengan kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Oleh karena itu Dinas Kehutanan melalui UPTD Kehutanan Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara merupakan salah satu unit pelaksanaan yang bertugas untuk menjaga kelestarian hutan baik lingkungan maupun hasil dan ekosistem hutan.
Kasus penebangan liar ini terjadi karena faktor kekurangan personel aparat kehutanan yang menyebabkan lemahnya pengawasan, lemahnya payung hukum menyebabkan sanksi yang diberikan kepada pelaku penebangan liar sangat ringat, ketersediaan lapangan kerja dan faktor kemiskinan warga, serta keterlibatan aparat penegak hukum sehingga menyebabkan adanya main mata atau KKN diantara aparat dan pelaku penebangan liar. Adapun upaya pemerintah daerah Kabupaten Buton Utara dalam menanggulangi kasus penebangan liar yaitu dengan menambah jumlah personel aparat kehutanan, membuat peraturan daerah sebagai payung hukum, pemberian izin, menerapkan sanksi yang berat serta membuka lapangan pekerjaan dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat.(VB-BS).