Tangerang Selatan (Varia Banten) – Pencegahan Terjadinya Kekerasan Seksual Terhadap Wanita Dalam Lingkungan Perguruan Tinggi. Oleh Wanda Wariki (Mahasiswa Universitas Pamulang, Banten).

Peristiwa kekerasan seksual terhadap Wanita selalu kerap terjadi dimanapun dan kapanpun. Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat ada 338.496 laporan kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan yang terverifikasi sepanjang 2021. Angka ini meningkat sekitar 50% dari laporan tahun 2020 yang berjumlah 226.062 kasus. Mirisnya, peristiwa ini pernah terjadi dalam lingkungan Perguruan Tinggi di Indonesia. Korban adalah Mahasiswi sedangkan Pelaku yang melakukan hal tersebut beragam mulai dari dosen, pegawai kampus, hingga kepada mahasiswanya.

Contoh kasus berawal dari sejak kasus Agni (nama samaran) mengalami kekerasan seksual pada saat mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari kampusnya. Agni adalah korban pelecehan yang dilakukan oleh terduga Pelaku bernama HS, keduanya terdaftar sebagai mahasiswa aktif Universitas Gadjah Mada (UGM). Setelah proses panjang, Rektorat UGM mempertemukan Agni dengan HS untuk menandatangani kesepakatan penyelesaian melalui jalur non-litigasi atau secara internal UGM. Kasus ini mencuat ke publik sekitar empat tahun yang lalu dan menjadi pemicu bermunculnya laporan-laporan dengan kasus serupa yaitu kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi di lingkungan Perguruan Tinggi di Indonesia.

Baru-baru ini terdapat mahasiswa diberhentikan secara tetap dengan tidak hormat sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 Peraturan Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Nomor 017/PR-UMY/XI/2021 tentang Disiplin dan Etika Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam investigasinya, Komite Etik dan Disiplin Mahasiswa juga menemukan fakta bahwa jumlah korban ternyata lebih dari satu. Dua korban sudah dimintai keterangan, sedangkan yang satu belum dimintai keterangan karena sedang sakit. Korban pertama mengaku mengalami kekerasan seksual pada September 2021. Sedangkan korban kedua pada 2018. Pelaku dianggap sudah melanggar Pasal 24 Peraturan Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Nomor: 017/PR-UMYX1/2021 tentang Disiplin dan Etika Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Akhir tahun lalu, kasus serupa juga dialami oleh seorang mahasiswi yang dilakukan oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau. Korban berniat menemui pelaku lantaran ingin melakukan bimbingan akademisnya, yakni proposal skripsi. Video viral pengakuan mahasiswi mendapatkan pelecehan seksual dari oknum dosen membuat masyarakat heboh. Pengakuan yang diunggah akun Instagram @komahi_ur itu juga menjadi sorotan civitas akademika Universitas Riau, khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol).

Maraknya kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus menjadi sorotan publik dan perhatian besar bagi Pemerintah khususnya oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim. Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) disahkan pada 31 Agustus 2021, kata Nadiem, ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melindungi civitas akademika dari fenomena kekerasan seksual yang sudah seperti “gunung es”. Permendikbudristek ini akan disosialisasikan lebih luas kepada publik sebagai Merdeka Belajar Episode Keempat Belas: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual.

Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam mengatakan tujuan utama peraturan ini adalah memastikan terjaganya hak warga negara atas pendidikan, melalui pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi. “Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 hadir sebagai langkah awal kita untuk menanggapi keresahan mahasiswa, dosen, pimpinan perguruan tinggi, dan masyarakat tentang meningkatnya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi kita,” Dalam aturan tersebut, setidaknya ada 21 bentuk kekerasan seksual yang secara tegas diatur, diantaranya tindakan diskriminasi atau pelecehan yang berintensi seksual, baik melalui ujaran, tatapan, ataupun virtual.
Permendikbudristek ini turut disambut baik oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati.

“Permen PPKS ini tentunya menguatkan upaya kami untuk memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak-anak Indonesia sekaligus menjadi regulasi yang tepat untuk mencegah, menangani, dan mengurangi risiko berulangnya kekerasan seksual di kampus sembari terus memperjuangkan pengesahan regulasi dan sistem hukum penanganan sosial yang lebih komprehensif,” ujar Ayu dalam kesempatan yang sama. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2021 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI dipandang sebagai langkah maju untuk mewujudkan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, mengedepankan kemanusiaan, serta berlandaskan pada kesetaraan, keadilan dan bebas kekerasan seksual dalam lingkungan Perguruan Tinggi di Indonesia. (VB-BS).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © Varia Banten. All rights reserved. | Best view on Mobile Browser | ChromeNews by AF themes.