Berita Banten - Portal Banten - Media Online Banten

Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Kasus tawuran antar pelajar yang tercatat pada Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 meliputi 188 desa/kelurahan tempat terjadinya tawuran antar pelajar. Inilah salah satu fenomena yang terjadi di kalangan pelajar Indonesia saat ini. Mereka memutuskan untuk mengisi waktu luang mereka dengan perkelahian sepulang sekolah dan menjadikannya rutinitas sehari-hari. Permasalahan konflik pelajar semakin meningkat di masyarakat, dan diharapkan permasalahan ini tidak dianggap remeh. Sebaliknya, masyarakat harus menyadari bahwa permasalahan tawuran antar pelajar merupakan permasalahan serius yang perlu diselesaikan secepatnya.

Kita tahu bahwa bangsa Indonesia sebagai negara yang saat ini berposisi sebagai negara berkembang sedang mencari cara dan sarana untuk menjadi negara maju khususnya di bidang pendidikan. Terlihat bahwa sistem pendidikan Indonesia sejalan dengan visi dan misi sistem pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS tertulis: “Terwujudnya sistem pendidikan sebagai lembaga sosial yang tangguh dan berwibawa sehingga mampu melahirkan seluruh masyarakat Indonesia menjadi manusia berkualitas yang mampu proaktif menjawab tantangan dunia” Misi SISDIKNAS : “Berusaha memperluas dan membagi kesempatan secara adil agar seluruh rakyat mendapat pendidikan yang bermutu (UU RI SISDKNAS: 41)” Tantangan zaman senantiasa berubah sejalan dengan situasi Indonesia saat ini dan cita-cita yang diharapkan oleh masyarakat. Memenuhi kebutuhan bangsa dan membawa kemajuan serta pembangunan bagi bangsa. Di Indonesia, kejadian tawuran yang semakin meningkat baik di daerah terpencil maupun di ibu kota menyebabkan banyak dampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Jadi kejadian ini merupakan indikasi serius adanya masalah.

Dari segi hukum, tawuran pelajar di Indonesia dapat dianggap sebagai fenomena sosial yang berkembang menjadi semi budaya di beberapa daerah.
Analisa yang mendasari pernyataan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Hukum Secara hukum, tawuran antar pelajar diartikan sebagai tindak pidana, bukan sebagai ekspresi budaya yang dilindungi. Hal ini terlihat dari:
a. Pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap orang atau barang di tempat umum.
Ancaman hukumannya maksimal lima tahun enam bulan penjara.
b. Pasal 351 KUHP tentang Penyalahgunaan.
Hukumannya adalah dua hingga lima tahun penjara, tergantung pada beratnya pelanggaran.
c. Pasal 358 KUHP tentang penyerangan dan ikut serta dalam perkelahian.
Ancaman hukumannya maksimal empat tahun penjara.
Selain itu, undang-undang perlindungan anak juga dapat berlaku, mengingat pelakunya biasanya masih di bawah umur. Namun, pendekatan hukum saja tidak cukup untuk menyelesaikan akar permasalahannya. Diperlukan upaya pencegahan melalui pendidikan karakter, pengawasan orang tua, dan pembinaan siswa.

2. Penuntutan Penuntutan terhadap tawuran pelajar menunjukkan bahwa negara menganggapnya sebagai tindakan ilegal dan bukan praktik budaya yang diakui. Namun, karena ketidakkonsistenan penegakan hukum di beberapa daerah, tawuran tampaknya menjadi “tradisi” yang dapat diterima.

3. Perspektif Hak Asasi Manusia Dari perspektif hak asasi manusia, perkelahian melanggar hak-hak dasar seperti hak atas keamanan dan hak atas pendidikan yang damai. Tidak ada perlindungan hukum terhadap pertempuran sebagai bentuk ekspresi budaya dalam instrumen hak asasi manusia nasional atau internasional.

4. Aspek Sosiologis Hukum Secara sosiologis, tawuran sudah menjadi fenomena berpola yang berulang di beberapa daerah, dan terdapat unsur “budaya” dalam praktik tawuran tersebut. Namun, hal ini lebih tepat dianggap sebagai “subkultur” negatif yang melanggar norma hukum dan sosial yang lebih luas.

5. Kebijakan Hukum Kebijakan hukum dan pendidikan di Indonesia secara konsisten ditujukan untuk mencegah dan menghilangkan perilaku kekerasan, bukan mempertahankan atau membiarkannya. Hal ini mendukung posisi hukum bahwa perkelahian adalah fenomena sosial yang harus diatasi, bukan budaya yang harus dilindungi.

Kesimpulan:
Dari sudut pandang hukum, perkelahian antar pelajar harus digolongkan sebagai fenomena sosial yang mengakar dan bukan sebagai fenomena budaya yang diakui atau dilindungi undang-undang. Meskipun terdapat pola yang berulang di beberapa komunitas dan mungkin dianggap “tradisi”, perselisihan hukum tetap dianggap sebagai tindakan kriminal dan harus dicegah dan dilawan.

Pendekatan hukum yang benar mengakui pertempuran bukan sebagai praktik budaya yang harus dilestarikan atau ditoleransi, tetapi sebagai fenomena sosial kompleks yang memerlukan penanganan komprehensif dan mencakup aspek penegakan hukum, pendidikan, dan intervensi sosial. VB-Putra Trisna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *