Tangerang Selatan (Varia Banten) – Pernikahan Beda Agama Yang Dilakukan Didalam Sebuah Gereja Di Semarang. Oleh Aldira Pria Bawana, SH. (Sekretaris Wakil Direktur Utama Bank Syariah Indonesia Dan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Pamulang-Banten).

Sebuah pernikahan eloknya akan memberikan ketentraman dalam mengawali tangga pertama menjajaki kehidupan baru dalam rumah tangga, namun bagaimana jika sebuah pernikahan malah menimbulkan sebuah polemic baru, bukan untuk dirinya beserta pasangannya namun polemik itu terjadi di seluruh negeri, dari berbagai macam kalangan mulai dari kalangan masyarakat sipil, ulama, pemerintah, bahkan dikalangan para politikus sendiri ramai-ramai membicarakan polemik sebuah pernikahan beda agama yang terjadi di semarang, jawa tengah.

Dalam Pasal 44 Undang-Undang perkawinan no 1 Tahun 1974, mengatakan bahwa Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam, dengan adanya pernikahan beda agama yang terjadi di semarang, jawa tengah itu, sangat bertentangan dengan Undang-Undang perkawinan no 1 tahun 1974 dan secara fiqih pernikahan tersebut tidak sah dikarenakan Wanita Muslimah harus menikah dengan pria yang seiman agamanya serta pernikahan itu tidak dapat di catatkan di KUA, dijelaskan lagi dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan no 1 tahun 1974 mengatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

Polemik yang terjadi pada saat ini bukanlah hal baru di Indonesia, minimnya peran pemerintah untuk melakukan sosialisasi setiap adanya Undang-Undang kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak memahami betul setiap Undang-Undang yang di buat oleh pemerintah dan menimbulkan masalah sosial, karena tidak mengertinya aturan-aturan atau Undang-Undang yang dibuat oleh pemerintah.

Seharusnya setiap Undang-Undang yang sudah dibuat oleh pemerintah wajib disosialisasikan kepada masyarakat sampai ketingkat paling bawah, mengenai aturannya, sanksi administrasinya, sanksi pidananya, maupun sanksi perdata dalam melakukan apa pun itu yang bertentangan dengan Undang-undang, sehingga masyarakat dapat mengetahui secara jelas dan detail. Dari pengetahuan yang dimiliki masyarakat mengenai aturan-aturan atau Undang-undang yang di buat oleh pemerintah, masyarakat akan secara sadar menghindari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang dan secara tidak langsung akan mengurangi kejadian-kejadian seperti menikah dengan beda agama.(VB-BS).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © Varia Banten. All rights reserved. | Best view on Mobile Browser | ChromeNews by AF themes.