Bertahannya Hukum Adat Dan Kearifan Lokal Di Kampung Adat Kuta Sampai Sekarang. Oleh Indra Supria Laksana, ST.
(Mahasiswa Magister Hukum
Universitas Pamulang-Banten).
Hukum merupakan sebuah aturan berupa sanksi dan norma yang berlaku dan dibuat untuk mengatur macam-macam hak dan kewajiban warga negaranya agar tidak berbenturan. Tujuan adanya hukum ini untuk membatasi perilaku masyarakat dan juga mewujudkan keadilan di dalam masyarakat.
Indonesia adalah negara yang menganut pluraritas dalam bidang hukumnya, dimana ada tiga hukum yang keberadaannya diakui dan berlaku yaitu hukum barat, hukum agama, dan hukum adat.
Pada prakteknya masih banyak masyarakat yang menggunakan hukum adat dalam mengatur kegiatan sehari-harinya serta dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang ada.
Setiap wilayah di Indonesia mempunyai tata hukum adatnya masing-masing untuk mengatur kehidupan masyarakat yang beraneka ragam yang sebagian besar hukum adat tersebut tidak dalam bentuk aturan yang tertulis.
Menurut pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dimana menyebutkan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang” dalam hal ini negara mengakui keberadaan hukum adat serta konstitusional haknya dalam sistem hukum Indonesia.
Didalam artikel ini akan membahas tentang hukum adat dan kearifan lokal yang masih bertahan sampai saat ini di Kampung Adat Kuta.
Kampung Adat Kuta berada di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.
Menurut Abah Warja (Kepala Adat Kampung Kuta), kata Kuta berasal dari kata Mahkuta (Ratu Perhiasan di Leuweung Gede).
Abah Warja juga menuturkan masalah pelanggaran hukum selesaikan secara adat sampai tingkat Lurah saja.
Dari tingkat Lurah dikembalikan kepada Kepala Adat untuk diselesaikan secara Adat. Apapun pelanggaran hukum sampai saat ini selalu diselesaikan secara hukum adat.
Kampung Adat Kuta merupakan kampung berbudaya yang menjunjung tinggi kearifan lokal dan masih mempertahan tradisi dalam bahasa sunda disebut “Pamali”. Biasa kata “Pamali” ditujukan kepada sesuatu yang dilarang untuk dikerjakan.
Menurut Abah Warja, ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan oleh para penduduk Kampung Adat Kuta. Contohnya tidak diperbolehkan membangun rumah tembok, tidak boleh membuat kamar mandi atau jamban dirumah masing-masing, tidak boleh beraktivitas ke luar setelah waktu maghrib, tidak boleh memakamkan jenazah di lingkungan Kampung Adat Kuta.
Jika salah satu larangan tersebut dilakukan akan terjadi musibah atau bencana yang menimpa orang tersebut dan akan dirasakan oleh seluruh Kampung Adat Kuta. Dari semua larangan-larangan di atas banyak makna dan arti yang didapat penulis.
Sampai saat ini Kampung Adat Kuta masih memegang hukum adat dan kearifan lokal yang pegang.
Tapi seiring kemajuan jaman Kampung Adat Kuta sudah masuk penerangan berupa listrik.
Kesederhanaan, keharmonisan Kampung Adat Kuta, juga terjaga melestarikan lingkungan sekitar dan tata nilai oleh kesetian warganya dalam menjalankan amanah leluhur secara turun temurun.
Semoga artikel ini bermamfaat untuk kita semua dalam rangka melestarikan budaya kearifan lokan negeri kita ini. (VB-BS).