Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Thrifting adalah salah satu usaha yang kini diminati oleh masyarakat, khususnya remaja yang tertarik pada dunia fashion. Istilah “thrift” kini identik dengan barang-barang bekas atau second yang biasanya berasal dari luar negeri. Kegiatan berburu baju bekas hasil impor dari luar negeri kini menjadi perbincangan hangat. Pelaku usaha thrift shop pun secara khusus menyediakan jenis-jenis pakaian sesuai dengan keinginan para penikmat thrift shop. Beberapa pelaku usaha bahkan secara khusus memilih brand tertentu yang dijual di online shop milik mereka. Metode penjualan yang dilakukan pun beragam, baik secara konvensional ataupun melalui platform media sosial seperti facebook, instagram dan lain-lain.

Seiring dengan maraknya kasus thrifting, pemerintah mengeluarkan larangan terkait jual beli pakaian impor bekas. Larangan tersebut tertulis dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. Di dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan ditentukan bahwa “Perdagangan adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan pengalihan hak atas Barang dan/atau Jasa untuk memperoleh imbalan atau kompensasi”. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Perdagangan juga mengatur bahwa “Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha Perdagangan wajib memiliki perizinan di bidang Perdagangan yang berikan oleh Menteri”. Berkaitan dengan perdagangan barang bekas, khususnya pakaian bekas, Pemerintah Indonesia secara tegas mengatur mengenai impor pakaian bekas. Dalam pasal 47 ayat 1 Undang-Undang Perdagangan disebutkan “Setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru” dan sanksinya telah diatur dalam pasal 111 Undang-Undang Perdagangan “Setiap Importir yang mengimpor Barang dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”. Akan tetapi masyarakat Indonesia, seakan-akan tidak peduli dan mengabaikan peraturan tersebut bahkan semakin tergiur dengan jual beli barang bekas (thrifting) dan kenyataannya pelaku usaha yang menjual pakaian bekas impor semakin menjamur bahkan online shop yang menjual pakaian bekas pun semakin banyak dan peminatnya pun semakin meningkat. Beberapa pelaku usaha bahkan secara khusus memilih brand tertentu yang dijual di online shop milik mereka dan membuat masyarakat tertarik untuk membeli brand terkenal dengan harga murah. Hingga pada akhirnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi penegasan soal penjualan pakaian bekas impor (thrifting). Presiden menilai bisnis impor pakaian bekas sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri. Oleh karena itu, Jokowi meminta pelaku usaha pakaian bekas impor diawasi dan ditindak lanjuti.

Berdasarkan uraian di atas, banyak kritik dari masyarakat Indonesia. Banyak pro dan kontra terkait jual beli barang thrifting. Menurut para pedagang kecil mereka berjualan pakaian bekas untuk kehidupan keluarganya dan membiayai anak yang masih sekolah. Adapun pakaian bekas yang mereka jual itu dari hasil membeli dari agen yang ada hubungannya dengan pelaku impor. Usaha penjualan atau toko barang bekas (Thrift Shop) sudah tumbuh dan berkembang sejak lama. Dengan demikian penjualan pakaian bekas impor tersebut bisa dibilang bukanlah pasar gelap. Pasar penjualan baju impor bekas seharusnya tetap ada tanpa intervensi pemerintah. Yang terpenting melakukan penegakan hukum terhadap pelaku impor pakaian bekas, misalnya melalui pengecekan di bea cukai dan dengan menuntut tanggung jawab penjual untuk menanggulangi persoalan isu kesehatan, membayar pajak. Demikian halnya dengan pedagang, ketika dia menerima barang bekas, seyogyanya ikut mencuci pakaian itu, sebelum dijual. Pemerintah tidak boleh membatasi kebebasan konsumen untuk menentukan pilihannya. Karena, tidak semua masyarakat Indonesia berkantong tebal untuk membeli baju baru dari toko yang harganya cukup tinggi. Dengan demikian ada baiknya pasar tetap dibiarkan, dengan memberikan edukasi ke konsumen, membeli baju bekas impor, dengan harga terjangkau. Namun, di sisi lain menilai bahwa pembatasan impor pakaian bekas diperlukan karena industri tekstil dalam negeri akan kalah bersaing dengan pakaian bekas impor karena harga pakaian bekas yang impor berasal dari brand-brand terkenal, harganya lebih terjangkau dan kualitasnya juga jauh lebih bagus. Seharusnya, produk-produk di dalam negeri juga meningkatkan kualitasnya, dengan harga sewajarnya karena ini akan sangat berdampak bagi usaha industri tekstil tanah air. VB-Putra Trisna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © Varia Banten. All rights reserved. | Best view on Mobile Browser | ChromeNews by AF themes.