Tangeran Selatan, (variabanten.com), Pada hari Minggu, 02 Oktober 2022 masyarakat diramaikan oleh kasus “prank” yang dilakukan oleh seorang Youtuber BW dan PV terhadap laporan palsu KDRT di Polsek Kebayoran Lama yang dijadikan konten video di Youtubenya. Konten “prank” tersebut justru menuai banyak kecaman. “Prank” tersebut dibuat dengan alasan bahwa BW ingin melihat reaksi polisi saat yang melaporkan istrinya, PV.
Rekaman atas konten BW dan istrinya tersebut di upload dan menimbulkan kritikan keras dan menjadi bahan pertanyaan dari warganet apakah konten tersebut nyata atau settingan. Seseorang bernama Mila Ayu Dewata juga melaporkan BW dan PV ke polisi pada Selasa, 4 Oktober 2022. Hal ini menyebabkan BW dan istrinya diperiksa oleh Polres Metro Jakarta Selatan.
BW dan istrinya, diproses dan ditemukan adanya unsur pidana terhadap konten “prank” laporan KDRT yang termasuk kedalam laporan palsu. Aksi nekat “prank” tersebut yang dilakukan BW dan PV yang semula di tahap Penyelidikan kini masuk ke tahap Penyidikan. BW dan PV disangkakan dengan Pasal 220 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait Laporan Palsu dengan ancaman hukuman 1 Tahun 4 Bulan dan dijerat dengan pasal 36 juncto Pasal 46 juncto Pasal 51 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE.
Namun, pada Januari 2023 pihak pelapor kasus “prank” KDRT oleh BW dan Istirnya, mencabut laporannya di Polres Metro Jakarta Selatan. Laporan yang dicabut itu dilayangkan oleh Pelapor terkait Pelanggaran Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Februari 2023 status BW dan PV masih menjadi saksi terlapor. Semua masih diproses dan harus memeriksa barang bukti, memeriksa saksi dan meminta keterangan dari mereka yang melihat dan mendengar.
Kasus ini menarik untuk dilihat dari perspektif pidana bahwa kasus “prank” laporan palsu KDRT kepada apparat kepolisian sudah melanggar Pasal 220 KUHP yang berbunyi : barangsiapa yang memberitahukan atau mengadukan bahwa ada terjadi sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, sedang ia tahu, bahwa perbuatan itu sebenarnya tidak ada, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan.
Terdapat 3 unsur yang harus dipenuhi terkait dugaan tindak pidana laporan palsu, yakni :
1. Adanya subjek hukum atau orang yang melakukannya
2. Melakukan perbuatan berupa memberitahukan atau mengadukan suatu perbuatan pidana
3. Perbuatan pidana yang diberitahukan atau diadukan diketahui tidak dilakukan atau tidak terjadi.
Kasus ini juga bisa dikenai pasal 317 KUHP Tentang Pengaduan Palsu atau Pengaduan Fitnah. Pasal ini berbunyi : Orang yang dapat diancam hukuman dalam pasal ini adalah mereka yang dengan sengaja memasukkan surat pengaduan palsu mengenai orang pada penegak hukum. Delik ini merupakan delik serius.
Dari kasus ini kita belajar bahwa dalam membuat konten youtobe atau media sosial lainnya dan contohnya seperti kasus “prank” laporan palsu ke pihak kepolisian seperti yang dilakukan BW dan Istrinya merupakan tindakan melanggar hukum. Bahwasanya laporan palsu merupakan penyampaian keterangan mengenai suatu kejadian atau peristiwa yang tidak benar. Konten ini termasuk kedalam sebuah perbuatan yang tidak menghormati fungsi hukum. Terutama fungsi kepolisian sebagai apparat penegak hukum. Dengan ini fungsi hukum sendiri sebagai sarana dalam mewujudkan keadilan.
Pihak kepolisian harus tetap menindaklanjuti kasus ini agar penyelidaan tentang urgensi perlunya membawa tindakan “prank” laporan palsu ini menjadi tindak pidana. Bahkan semacam ini bisa dikategorikan sebagai anti social behavior atau ABSO karena dianggap sebagai perbuatan yang tidak menghargai kepolisian sebagai fasilitas pelayanan public yang disedikan negara.
Meskipun video atau konten tersebut sudah di takedown oleh BW dan Istrinya, kepolisian tetap memiliki kewenangan untuk penyelidikan lebih lanjut. Adapaun unsur-unsur Pasal 220 KUHP yaitu adanya tersangka, melakukan perbuatan memberitahukan tindak pidana, tindak pidana yang diadukan tidak dilakukan atau tidak terjadi dan sanksi paling lama satu tahun empat bulan.
Apabila video atau rekaman konten “prank” laporan palsu tersebut sudah dihapus atau di takedown dapat menjadi alasan peringanan pemidanaan untuk BW dan PV. Akan tetapi, perlu ditindaklanjuti proses pemeriksaan kasus ini apakah perlu dipidana atau tidak dan ini bisa terjadi tergantung pendekatan aparat kepolisian.
VB-Putra Trisna.