Tangerang Selatan, (variabanten.com)-
Apa yang Dimaksud dengan “Hilangnya Kelas Menengah”?
“Hilangnya kelas menengah” mengacu pada fenomena di mana orang-orang yang dulunya tergolong kelas menengah mengalami penurunan pendapatan, standar hidup, dan kesejahteraan ekonomi hingga jatuh ke dalam kategori miskin. Hal ini bisa terjadi karena berbagai faktor, termasuk kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat, ketidakmampuan kelas menengah untuk bersaing di pasar yang semakin kompetitif, serta meningkatnya biaya hidup yang tidak sebanding dengan peningkatan pendapatan. hilangnya kelas menengah adalah ancaman serius bagi stabilitas sosial dan ekonomi. Kelas menengah biasanya menjadi pendorong konsumsi dan inovasi, serta berperan dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan seimbang. Jika kelas ini terus menyusut, kita mungkin akan melihat meningkatnya ketidaksetaraan dan polarisasi, di mana hanya ada segelintir orang yang sangat kaya, sementara sebagian besar orang berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar. Faktor lain yang berkontribusi terhadap hilangnya kelas menengah adalah konsolidasi kekayaan di kalangan elit. Di banyak negara, orang-orang terkaya semakin menguasai sumber daya dan aset, sementara pertumbuhan pendapatan bagi kelas menengah cenderung stagnan. Hal ini memperburuk ketimpangan dan membuat kelas menengah sulit untuk berkembang atau bahkan bertahan. Perubahan dalam pasar tenaga kerja juga memengaruhi kelas menengah. Banyak pekerjaan yang dulunya stabil kini menjadi pekerjaan kontrak atau sementara, dengan tunjangan dan keamanan kerja yang jauh lebih sedikit. Ekonomi gig (seperti pekerjaan lepas atau paruh waktu yang didorong oleh aplikasi) menawarkan fleksibilitas tetapi sering kali tidak menyediakan pendapatan atau jaminan yang cukup untuk mendukung standar hidup kelas menengah. Kebijakan pemerintah juga memainkan peran besar. Pemotongan pajak untuk orang kaya atau perusahaan besar, kurangnya investasi dalam infrastruktur sosial, serta kebijakan yang tidak mendukung pendidikan dan kesehatan yang terjangkau, semuanya berpotensi memperburuk kesenjangan dan mengancam stabilitas kelas menengah.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Hilangnya kelas menengah memiliki dampak signifikan terhadap struktur sosial dan ekonomi masyarakat. Kelas menengah selama ini dikenal sebagai kelompok yang memiliki daya beli cukup kuat untuk menopang konsumsi domestik, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketika daya beli mereka menurun, maka tingkat konsumsi juga akan menurun, yang berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi negara. Selain itu, hilangnya kelas menengah juga dapat memicu peningkatan ketimpangan ekonomi dan ketidakstabilan sosial. Dari segi ekonomi, kelas menengah adalah pendorong konsumsi yang signifikan. Ketika daya beli kelas menengah menurun, permintaan barang dan jasa juga akan ikut turun. Ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, mengurangi investasi, dan mempengaruhi sektor-sektor yang bergantung pada pengeluaran konsumen, seperti ritel, perumahan, dan hiburan. Selain itu, hilangnya kelas menengah bisa menyebabkan lebih sedikit inovasi dan kewirausahaan, karena lebih banyak orang terpaksa fokus pada kebutuhan dasar daripada mengambil risiko untuk menciptakan bisnis baru atau berinvestasi dalam ide-ide inovatif. Secara keseluruhan, ketidakseimbangan ini bisa menciptakan siklus di mana ekonomi tumbuh lebih lambat, kesempatan menjadi lebih sedikit, dan ketidakpuasan sosial semakin meningkat.
Perlindungan Hukum Terhadap Kelas Menengah.
Di banyak negara, kelas menengah tidak memiliki perlindungan hukum yang memadai. Tidak ada regulasi khusus yang dirancang untuk melindungi hak-hak ekonomi dan sosial mereka. Regulasi yang ada umumnya hanya mencakup perlindungan bagi kelas bawah atau masyarakat miskin, sementara kelas menengah cenderung diabaikan. Namun, beberapa regulasi yang berpotensi melindungi mereka antara lain adalah kebijakan perpajakan yang progresif, untuk kebijakan perpajakan progresif di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam undang-undang ini, prinsip progresivitas diterapkan melalui tarif pajak yang lebih tinggi bagi kelompok pendapatan yang lebih besar. Contohnya, dalam konteks Pajak Penghasilan (PPh), tarif pajak akan meningkat sesuai dengan kenaikan penghasilan wajib pajak. Ada juga kebijakan perumahan yang terjangkau, di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. UU ini mengatur penyediaan akses terhadap perumahan yang layak dan terjangkau, termasuk bagi kelas menengah. Pemerintah melalui undang-undang ini berupaya untuk menyediakan fasilitas kepemilikan rumah dengan skema yang lebih terjangkau, seperti program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi. serta akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan yang setara.VB-Putra Trisna.