
BOGOR, (variabanten.com)-Kasus korupsi timah yang mencuat sejak 2018 menjadi sorotan publik setelah media mengangkat keterlibatan beberapa figur ternama, termasuk HMdan HL. Namun dalam perjalanannya ada kejanggalan dalam pemberitaan yang lebih menyoroti mereka dibandingkan dengan tokoh utama seperti SG dan HT, yang memiliki peran lebih besar dalam skema korupsi ini.
Berdasarkan kronologi kasus, SG dan HT menggunakan PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa untuk membuat perjanjian kerja sama dengan PT Timah Tbk. Perusahaan-perusahaan ini kemudian digunakan oleh beberapa pihak, termasuk EE (Direktur Keuangan PT Timah Tbk.), MRPT (Direktur Utama PT Timah Tbk.), dan MBG (Direktur PT Stanindo Inti Perkasa), untuk melakukan pertambangan timah ilegal di wilayah izin usaha PT Timah Tbk. Selain itu, penggelapan dana melalui Corporate Social Responsibility (CSR) dilakukan oleh HM dan rekan-rekannya melalui PT Quantum Skyline Exchange.
Meskipun vonis pengadilan dalam perkata tersebut telah dijatuhkan, dengan hukuman penjara dan denda bagi beberapa tersangka seperti MR dan EE, kejanggalan tetap terasa dalam proses hukum ini. Mereka dituntut 12 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar, akan tetapi vonisnya lebih ringan, hanya 5 hingga 6 tahun penjara. Sementara itu, MBG divonis 5,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, jauh lebih ringan dibandingkan potensi kerugian negara yang mencapai Rp 300 triliun.
Kasus ini menunjukkan bahwa meskipun skala korupsinya sangat besar, hukum masih memberikan keringanan kepada para pelaku dengan alasan yang seolah dapat diterima, seperti mereka adalah tulang punggung keluarga atau bersikap sopan dalam persidangan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang ketegasan hukum dalam menangani korupsi yang merugikan negara secara masif.
Selain itu, media memiliki peran penting dalam membentuk opini publik. Fokus yang lebih besar pada HM dan HL dalam pemberitaan bisa jadi merupakan upaya untuk mengalihkan perhatian dari pelaku utama lainnya. Hal ni jelas menunjukkan adanya kemungkinan framing dalam media yang dapat memengaruhi persepsi masyarakat terhadap kasus ini.
Kasus korupsi timah seharusnya menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk menegakkan hukum secara tegas dan adil, tanpa pandang bulu. Hukuman yang ringan hanya akan memberikan preseden buruk bagi upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Selain itu, media perlu lebih objektif dalam memberitakan kasus ini agar masyarakat mendapatkan gambaran dan informasi yang lebih utuh tentang siapa saja yang benar-benar bertanggung jawab atas skandal mega korupsi ini. VB-PT.






