Urgensi Penegakan Hujum Terhadap Parkir Liar Demi Ketertiban Umum DAN Kelancaran Akses Publik, Oleh : Priscylla Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang

TANGERANG SELATAN, (variabanten.com)
Duduk Perkara.
Permasalahan parkir liar di wilayah perkotan saat ini telah berkembang menjadi fenomena sosial yang tidak hanya menggangtu estetika kota, tetapi juga menimbulkan berbagai konsekuensi hukum dan sosial. Parkir liar adalah sebuah tindakan memarkir kendaraan bermotor secara sembarangan dan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, misalnya ditrotoar, badan jalan umum, depan fasilitas publik, bahkan di area terlarang seperti di depan hydrant dan tikungan.

Parkir liar telah menjadi kebiasaan sebagian Masyarakat diwilayah perkotaan. Dibeberapa lokasi seperti pasar tradisional, rumah sakit, dan sekolah, pengguna kendaraan memarkir sembarangan karena alas an “praktis” atau karena tidak tersedia kantor parkir resmi. Parkir liar ini telah menimbulkan sejumlah masalah nyata , antara lain :
1. Kemacetan lalu lintas karena badan jalan menyempit akibat kendaraan yang parkir sembarangan.
2. Terhambatnya akses kendaraan darurat, seperti ambulans dan mobil pemadam kebakaran.
3. Kecelakaan lalu lintas, terutama bagi pejalan kaki yang terpaksa turun kejalan karena trotar digunakan untuk parkir.
4. Pungutan liar oleh juru parkir tidak resmi yang tidak memiliki izin, bahkan sering mengitimidasi pengguna jalan.

Disisi lain, Pemerintah Daerah sebenarnya telah menetapkan aturan yang tegas tentang zona parkir, larangan parkir sembarangan, serta sanksi yang menyertainya. Namun, dalam praktiknya, penegakan hukum terhadap pelanggaran ini belum maksimal. Banyak pelanggaran tidak ditindak karena kurangnya petugas, lemahnya pengawasan, serta minimnya kesadaran Masyarakat terhadap aturan hukum.

Lebih lanjut, pelaku parkir liar kerap kali merasa tindakannya tidak berisiko hukum, karena adanya pembiaran dari apparat dan Masyarakat. Hal ini menciptakan efek domino berupa pembiasaan pelanggaran kecil yang dibiarkan, yang pada akhirnya merusak kultur hukum dan disiplin masyrakat didalam berlalu lintas.

Dasar Hukum
Dalam sistem hukum Nasional Indonesia, permasalahan parkir liar ini telah diatur dalam beberapa perundang-undangan yang bersifat mengikat dan memberikan legitimasi bagi apparat penegak hukum untuk melakukan penindakan. Yakin dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 287 ayat (3) “setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan yang melanggar aturan mengenai tempat parkir dan berhenti sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf d dan pasal 115 huruf e, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau dengan pakign banyak Rp.250.000,- (Duaratus limapuluh ribu Rupiah).

Serta dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), ketentuan ini secara normative mengakui hak Masyarakat atas lingkungan yang tertib dan aman dari gangguan aktivias tidak bertanggung jawab, termasuk parkir liar yang merampas ruang publik dan membahayakan keselamatan.

Pendapat Hukum.
Parkir liar merupakan bentuk pelanggaran hukum yang berdampak langsung terhadap ketertiban umum, keselamatan lalu lintas, serta kenyamanan pengguna jalan. Tindakan memarkir kendaraan ditempat yang bukan peruntukannya seperti trotar, badan jalan, atau jalur evakuasi jelas bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Serta Peraturan Daerah yang berlaku di masing-masing wilayah.

Secara hukum, pelaku parkir liar dapat dikenakan sanksi berupa denda administratif, penderekan, hingga sanksi pidana ringan, sebagaimana diatur dalam pasal 287 ayat (3) UU LLAJ. Selain itu, perbuatan tersebut juga dapat dikategorikan sebagai bentuk perampasan hak atas ruang publik dan pelanggaran terhadap prinsip perlindungan hak masyarakat atas lingkungan yang aman dan tertib, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.

Penindikan terhadap parkir liar bukan hanya tindakan penegakan hukum, melainkan juga merupakan bagian dari upaya pemulihan ketertiban sosial dan penguatan budaya disiplin hukum. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu meningkatkan frekuensi dan kualitas penegakan hukum secara konsisten, menyediakan fasilitas parkir yang memadai terutama dikawasan padat aktivitas, dan melibatkan masyarakat melalui edukasi hukum dan peningkatan kesadaran secara kolektif.

Parkir liar harus dipandang bukan sebagai pelanggaran kecil yang dapat ditoleransi, melainkan sebagai bagian dari persoalan tata kota dan penegakan hukum yang membutuhkan penanganan serius dan berkelanjutan. Ketegasan dalam penanganannya akan berkontribusi besar terhadap terciptanya ruang publik yang aman, tetib, dan adil bagi semua.

VB-Putra Trisna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *