Mengurai Revolusi Tilang Elektronik Efektivitas, Tantangan, dan Masa Depan ETLE, Oleh: Saepul Anwar Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang

TANGERANG SELATAN, (variabanten.com)
A. Posisi Kasus
Dalam upaya meningkatkan efektivitas penegakan hukum lalu lintas, sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) diperkenalkan sebagai inovasi berbasis teknologi yang memungkinkan pengawasan dan penindakan pelanggaran secara otomatis. Dengan memanfaatkan jaringan kamera pengawas yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis, sistem ini menangkap dan merekam pelanggaran tanpa perlu adanya interaksi langsung antara petugas dan pengendara. Tilang elektronik pun diterbitkan berdasarkan identifikasi nomor kendaraan, sehingga prosesnya lebih objektif dan efisien.

Konsep ETLE pertama kali diusulkan oleh Kapolda Metro Jaya pada saat itu, yang terinspirasi dari tingginya angka pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas. Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis melihat sistem ini sebagai langkah strategis dalam meningkatkan transparansi dan mengurangi praktik pungutan liar yang sering terjadi dalam metode konvensional. Ia juga menekankan pentingnya kesinambungan program ini agar tetap berjalan efektif, terlepas dari perubahan kepemimpinan. Diharapkan, keberhasilan Polda Metro Jaya dalam menerapkan ETLE dapat menjadi model bagi implementasi di wilayah lain.

Namun, penerapan ETLE masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satu persoalan utama adalah ketidaksesuaian antara pelaku pelanggaran dan pemilik kendaraan. Karena sistem tilang elektronik menggunakan identifikasi berdasarkan nomor kendaraan, sering kali terjadi kasus di mana kendaraan yang dikenai sanksi sudah berpindah kepemilikan tanpa perubahan data administrasi. Hal ini menimbulkan keluhan dari masyarakat yang merasa dirugikan karena harus menanggung denda tanpa pernah melakukan pelanggaran.

Selain itu, cakupan ETLE yang masih terbatas menghambat efektivitasnya secara nasional. Wilayah yang belum dilengkapi kamera ETLE masih mengandalkan metode penindakan konvensional, yang berpotensi menghadirkan kembali berbagai praktik yang ingin dihindari, seperti pungutan liar dan subjektivitas dalam penegakan hukum. Dari perspektif regulasi, mekanisme keberatan terhadap tilang elektronik perlu diperjelas agar masyarakat mengetahui prosedur yang dapat ditempuh untuk mengajukan protes.

Meski demikian, ETLE memiliki potensi besar untuk meningkatkan ketertiban berlalu lintas di Indonesia. Dengan penyempurnaan sistem, perluasan infrastruktur, serta edukasi yang lebih luas kepada masyarakat, sistem ini dapat berfungsi sebagai solusi jangka panjang dalam membangun budaya berlalu lintas yang lebih disiplin dan aman.

B. Dasar Hukum
Beberapa dasar hukum menjelaskan tentang Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE):
1. Undang – Undang nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

C. Jenis Pelanggaran Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE)
1. Pelanggaran ganjil – genap
2. Pelanggaran marka jalan dan rambu jalan
3. Pelanggaran batas kecepatan kendaraan
4. Kelebihan daya angkut dan dimensi (ETLE Mobile)
5. Menerobos lampu merah
6. Melawan arus (ETLE Mobile)
7. Tidak menggunakan helm
8. Tidak menggunakan sabuk keselamatan
9. Menggunakan ponsel saat berkendara
10. Berboncengan lebih dari 3 orang (ETLE Mobile)
11. Menggunakan plat nomor palsu (ETLE Mobile)
12. Tidak menyalakan lampu di siang hari untuk motor (ETLE Mobile).

Menurut pendapat Penulus, penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) merupakan langkah maju yang sangat penting dalam modernisasi penegakan hukum lalu lintas di Indonesia. Dengan sistem ini menghadirkan solusi teknologi yang efektif untuk mengawasi dan menindak pelanggaran secara otomatis, sehingga dapat meningkatkan transparansi dan mengurangi praktik pungutan liar yang selama ini menjadi kendala dalam penegakan hukum konvensional.

ETLE tidak hanya mempermudah proses penindakan pelanggaran, tetapi juga memberikan efek jera yang lebih kuat karena pelanggaran terekam secara objektif tanpa intervensi manusia. Hal ini sangat krusial dalam menciptakan budaya berlalu lintas yang lebih disiplin dan aman, yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kecelakaan lalu lintas. dari perspektif hukum, keberadaan ETLE memperkuat asas kepastian hukum, karena proses penindakan berbasis teknologi mampu memberikan bukti pelanggaran yang lebih objektif dan akurat dibandingkan metode konvensional. Namun, tantangan seperti ketidaksesuaian antara pelanggar dan pemilik kendaraan menunjukkan perlunya revisi dalam sistem administrasi kepemilikan kendaraan agar tidak terjadi ketidakadilan dalam penerapan tilang elektronik.

Regulasi dan mekanisme keberatan terhadap tilang elektronik juga harus diperjelas dan disosialisasikan secara luas agar masyarakat memahami hak-hak mereka dan tidak merasa dirugikan. Transparansi dan edukasi menjadi kunci utama agar ETLE dapat diterima sebagai sistem yang adil dan efektif, secara keseluruhan, ETLE memiliki potensi besar untuk merevolusi sistem penegakan hukum lalu lintas di Indonesia. Dengan perbaikan berkelanjutan pada sistem, peningkatan infrastruktur, dan edukasi masyarakat yang intensif, ETLE dapat menjadi fondasi bagi terciptanya lalu lintas yang tertib, aman, dan berkeadilan di masa depan. Selain itu, cakupan ETLE yang masih terbatas berpotensi menciptakan disparitas penegakan hukum, di mana wilayah tanpa sistem tilang elektronik masih menggunakan metode konvensional yang berisiko menghadirkan praktik pungutan liar dan subjektivitas.

Untuk menjamin keadilan hukum, penting bagi pemerintah dan kepolisian untuk terus memperluas cakupan ETLE serta menyosialisasikan mekanisme keberatan yang jelas bagi masyarakat yang merasa dirugikan.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, ETLE memiliki potensi besar dalam membentuk budaya berlalu lintas yang lebih disiplin. Dengan perbaikan sistem, edukasi publik, serta integrasi yang lebih kuat dengan administrasi kepemilikan kendaraan, sistem ini dapat menjadi fondasi bagi penegakan hukum lalu lintas yang lebih efektif dan berkeadilan.
VB-Putra Trisna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *