Doxing di Media Sosial: Pelanggaran Privasi Dalam Perspektif Hukum Siber Indonesia, Oleh: Salsabila Syaifah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang

TANGERANG SELATAN, (variabanten.com)
A. Pendahuluan.
Di era digital saat ini, penggunaan media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Namun, kemajuan teknologi informasi ini juga membawa tantangan hukum yang tidak bisa kita abaikan. Salah satunya adalah praktik doxing, yaitu penyebaran informasi atau data pribadi seseorang secara daring tanpa persetujuan, yang dapat menimbulkan kerugian baik secara fisik maupun psikologis bagi korban.

B. Apa Itu Doxing dan Mengapa Ini Masalah?
Fenomena doxing sering kali terjadi di media sosial seperti Twitter(X), Instagram, hinggaTikTok, dan biasanya berkaitan dengan kasus viral, kontroversi publik, atau konflik antar pengguna. Misalnya, dalam beberapa peristiwa yang ramai dibicarakan, warganet secara kolektif membocorkan identitas, nomor telepon, alamat rumah, bahkan data pekerjaan seseorang karena dianggap melakukan kesalahan di ruang publik digital. Sayangnya, tindakan ini kerap dianggap wajar oleh sebagian masyarakat, padahal dari kacamata hukum, doxing bisa termasuk perbuatan melanggar hukum yang serius.

C. LandasanHukum.
Terdapat beberapa regulasi yang dapat dijadikan dasar hukumuntuk menindak praktik doxing di Indonesia:
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016, mengatur bahwa: Pasal 26 ayat (1): “Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.”. Pasal27 ayat (3): Memuat ketentuan mengenai pencemaran nama baik dan penghinaan melalui media elektronik, yang sering digunakan dalam pelaporan kasus doxing.
2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) memberikan dasar hukum yang lebih tegas, diantaranya: Pasal 65 ayat (1): Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengungkapkan data pribadimilikorang laindapat dipidanapenjarapaling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp5 miliar.

UU PDP juga menegaskan bahwa pengendali data wajib mendapatkan persetujuan dari subjek data sebelum memproses atau menyebarluaskan informasi pribadi tersebut.

Dengan berlakunya UU PDP, aparat penegak hukum memiliki instrumen hukum yang lebih kuat untuk menindak pelaku doxing. Sayangnya, tantangan besar tetap ada, terutama dalam hal literasi digital masyarakat dan efektivitas penegakan hukum.

D. Tantangan di Lapangan
Diluar aspek legal, doxing juga menyentuh persoalan etika dan budaya digital. Banyak masyarakat yang secara impulsif menyebarkan data pribadi orang lain sebagai bentuk shaming atau pembalasan digital, tanpa mempertimbangkan dampaknya. Ini menunjukkan perlunya edukasi literasi digital yang lebih masif.
Kasus-kasus seperti penyebaran data pribadi selebritas, korban pelecehan, hingga individu yang viral karena konflik sosial, memperlihatkan betapa mudahnya privasi seseorang dilanggar hanya karena berada dipusat perhatian publik. Dalam masyarakat yang semakin terdigitalisasi, hak atas privasiperlu dipahami bukan sebagai hak eksklusif, tetapi sebagai bagian dari hak asasi manusia yang harus dijamin oleh negara dan dihormati oleh sesama warga negara.

E. Langkah-Langkah Penanggulangan
Untuk menanggulangi praktik doxing secara lebih komprehensif, perlu adanya langkah-langkah seperti;
1. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku doxing, sesuai dengan UUITE dan UU PDP.
2. Peningkatan literasi digital melalui pendidikan formal dan kampanye publik.
3. Kerjasama antara platform digital, aparat hukum, dan masyarakat sipil untuk menciptakan ruang digital yang aman dan etis.
4. Penyedia platform media sosial juga perlu memiliki mekanisme pelaporan dan moderasi konten yang efektif dalam menangani penyebaran data pribadi.

F. Penutup.
Sebagai penutup, doxing bukanlah bentuk kebebasan berekspresi, tetapi pelanggaran terhadaphak privasi. Negara perlu hadir dalam melindungi warganya dari dampak buruk penyalahgunaan informasididunia maya. Kita sebagai pengguna internetpun memiliki tanggung jawabmoral dan hukum untuk menjaga ruang digital yang sehat dan aman bagi semua.

VB-Putra Trisna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *