Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Di Indonesia, pernikahan dibawah umur sudah menjadi fenomena nasional. Budaya dan pergaulan bebas menjadi salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap pola kehidupan dalam masyarakat ,termasuk dalam pernikahan dibawah umur. Faktanya Berdasarkan data Unicef 2023, peringkat Indonesia menempati urutan ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah anak perempuan yang dinikahkan mencapai 25,53 juta jiwa. Angka tersebut sekaligus menobatkan Indonesia sebagai negara di kawasan ASEAN yang memiliki kasus perkawinan anak terbesar. Terjadinya pernikahan di bawah umur dikalangan masyarakat khususnya remaja disebabkan oleh beberapa faktor seperti, paksaan orang tua, pergaulan bebas, media massa, faktor lingkungan serta adat istiadat yang sudah menjadi turun temurun, dan pendidikan yang rendah.
Menikah diusia terlalu dini dapat menghambat perkembangan remaja, karena diusia mereka harus menghadapi tanggung jawab perkawinan dan peranan menjadi orang dewasa yang dimana usia remaja tersebut masih belia, remaja juga rentan menghadapi tekanan emosional, stress dan resiko depresi yang sangat tinggi.
Pernikahan di bawah umur dapat menimbulkan banyak dampak negatif, seperti masalah kesehatan, kesiapan mental, psikologis, ekonomi dan diantaranya risiko bayi lahir stunting.
Menurut Kitab Hukum Islam (KHI) pasal 15 ayat 1 dan Undang-undang Nomor 1 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 7 ayat 1 keduanya mengatur tentang batas usia perkawinan yang dimana Kitab Hukum Islam (KHI) Pasal 15 ayat 1 mengatur bahwa “perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai usia yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974”. Dan Undang-undang Nomor 16 tahun 2019, pasal 7 ayat 1 mengatur bahwa “batas usia minimal perkawinan bagi calon mempelai laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun”. Undang-undang Nomor 16 tahun 2019 juga mengatur bahwa perkawinan harus didasarkan adanya persetujuan kedua calon mempelai.
Namun kenyataannya masih tinggi angka perkawinan dibawah umur di Indonesia hal ini sangat memprihatinkan padahal substansi hukum Undang-undang perkawinan dibawah umur telah menetapkan batas usia minimal. Karena banyaknya perkawinan dibawah umur yang tidak mempertimbangkan kematangan jasmani dan rohani menimbulkan akibat perceraian usia muda juga di sebabkan beberapa faktor diantaranya, pertengkaran, masalah ekonomi serta perselingkuhan.
Melihat berbagai akibat buruk yang terjadi, maka penting sekali untuk melakukan edukasi terutama kepada anak-anak yang akan menjadi generasi yang lebih baik dimasa depan. Edukasi dapat diberikan melalui orang tua, guru serta orang-orang dilingkungan masyarakat. Adapun edukasi yang dapat diberikan yang pertama edukasi seks dan memberdayakan anak dengan informasi mendidik dan memberikan wawasan kepada orang tua untuk menciptakan lingkungan yang baik.
Edukasi adalah kunci untuk mengatasi masalah pernikahan dini dengan memberikan edukasi yang tepat untuk menghadapi situasi yang lebih baik dan membangun masa depan yang lebih cerah.
Sumber : https://solopos.espos.id/hingga-april-2024-ada-40-kasus-pernikahan-dini-di-karanganyar-1922058
https://solopos.espos.id/bikin-risau-pernikahan-dini-di-karanganyar-tembus-200-kasus-per-tahunnya-1887362?_gl=1*18xo30w*_ga*YW1wLTJlVDVOUURUNVF2Zm9kWEpwWHZuX0t1RUVGVy0zSWh4QmVCY3RIXzduTXFIdE1BVXVVcEpTX2pqNUg4WmxQTGQ. VB-Putra Trisna.
bagus saya tertarik,memang betul juga sekarang pernikahan dini banyak terjadi banyak penyebabnya,entah dari pergaulan atau kurangnya pendidikan👍
menurut saya itu bagus karena edukasi tersebut harusnya efektif untuk mengurangi pernikahan dini,
Pernikahan Dini bukanlah suatu hal yang asing di Lingkungan kita, pernikahan dini tersebut hal yang rumlah tejadi di masyarakat, Malahan menjadi hal yang biasa, Karena kenapa? Salahsatunya Kurang akan sosialisasi langsung kepada masyarakat bahaya pernikahan dini.
Seandainya kalau ada sosialisasi langsung terjun ke masyarakat baik dari pihak terkait, mungkin bisa mengurangi hal tersebut.