Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Upaya Presiden Prabowo Subianto dalam menangani kasus Hukum dan HAM di Indonesia menjadi salah satu prioritas program kerjanya dalam 5 tahun kedepan. Hal ini dapat dilihat dari susunan Kabinet yang baru dibentuknya khusunya kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sebagai kementerian yang baru, yang merupakan pemecahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) akan menjalankan tugas yang selama ini dijalankan oleh Kemenkumham khususnya bidang hak asasi manusia.

Kementrian HAM berada dibawah Kemenko Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi. Kemenko ini juga merupakan jabatan baru yang sebelumnya tidak ada dalam kabinet pada pemerintahan sebelumnya dan akan membawahi tiga kementerian, yaitu Kementerian Hukum, Kementerian HAM, serta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Ketiga kementerian tersebut juga merupakan kementerian baru yang sebelumnya tergabung dalam Kemenkumham.

Pelantikan para Menteri kabinet Merah Putih itu berlangsung di Istana Negara, Jakarta, pada Senin, 21 Oktober 2024. Pelantikan para Menteri Negara berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 133/P Tahun 2024 tentang Pembentukan Kementerian Negara dan Pengangkatan Menteri Negara Kabinet Merah Putih Periode Tahun 2024-2029. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah Kementrian HAM yang baru akan efektif dalam menangani kasus kasus HAM di Indonesia?

Pengertian HAM
Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

Konstitusi Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 menjamin Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 28A-28J. Dalam konstitusi tersebut dijelaskan bahwa HAM sangat dijunjung tinggi bagi setiap manusia. Adapun pengaturan lebih lanjut terkait Hak Asasi Manusia akan diatur dalam perundang-undangan yang ada. Sampai detik ini penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM masih merupakan suatu keinginan. Karena sebenarnya pelaksanaanya belum sebagus sebagaimana peraturan yang sudah melekat terhadap pelanggaran HAM. Pelanggaran Hak Asasi Manusia merupakan salah satu tindak pidana yang dapat bersifat pelanggaran berat maupun pelanggaran ringan.

Selama 79 tahun usia Republik Indonesia, pelaksanaan perlindungan atau penegakan Hak Asasi Manusia masih jauh dari memuaskan. Hampir setiap hari kita mendengar berita tentang pelanggaran HAM. Beberapa bentuk pelanggaran HAM di Indonesia di antaranya:
1. Penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan;
2. Penghilangan paksa dan penghilangan nyawa;
3. Perbudakan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa;
4. Perampasan hak kebebasan pribadi, pikiran, dan hati nurani;
5. Perampasan hak untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu;
6. Perampasan hak untuk memperoleh Pendidikan;

Melihat banyaknya kasus dan peristiwa yang terjadi di Indonesia, hal ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia, baik warga negara, penegak hukum, dan penyelenggara negara tidak memahami hakikat HAM dengan benar.

Penegakan Hukum Pelanggaran HAM di Indonesia.

Penerapan hukum terhadap pelanggaran HAM di Indonesia saat ini mengacu kepada Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 dan Undang-undang 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Namun masih perlu banyak perbaikan dari setiap aspek penegakan HAM serta keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM, karena masih banyak kasus pelanggaran HAM berat yang masih belum diselesaikan. Banyaknya kasus pelanggaran HAM di Indonesia, pemerintah pusat membuat lembaga-lembaga yang menangani secara khusus tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia. Seperti Pengadilan HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan Lembaga Perlindungan Sanksi dan Korban.

Pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia dikatagorikan atas 2 macam, yakni: apabila yang melakukan pelanggaran adalah states actor (kekuasaan), dan memiliki dampak yang luas atau dilakukan secara sistematik maka disebut pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan diadili lewat Pengadilan HAM berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang memuat sanksi-sanksi pidana yang berat. Sedangkan pelanggaran yang dilakukan oleh kelompok masyarakat atau individu tertentu terhadap individu atau kelompok masyarakat lain (konflik horizontal), maka diadili oleh badan Pengadilan Umum.

UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM mengatur dua jenis pengadilan HAM, yaitu pengadilan HAM terhadap pelanggaran HAM yang terjadi sebelum disahkannya UU 26/2000, serta pengadilan HAM yang terjadi setelah disahkannya UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Sebagai pengadilan yang bersifat khusus dan terbatas, jurisdiksi Pengadilan HAM berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM adalah memeriksa, mengadili dan memutus (perkara) Pelanggaran HAM yang Berat. Adapun yang dimaksud dengan “memeriksa dan memutus” termasuk juga menyelesaikan perkara yang menyangkut kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk saat ini telah ada Pengadilan HAM (pada Pengadilan Negeri) Jakarta Pusat, Surabaya, Makasar dan Medan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 31 Tahun 2001.

Kendala Yang Dihadapi Dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM di Indonesia
Komitmen untuk memberikan jaminan hak perlindungan dan pemulihan terhadap korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi di masa lalu menjadi sudah menjadi komitmen setiap pemimpin pemerintahan Indonesia. namun kenyataannya kasus-kasus pelanggaran HAM berat, seperti Peristiwa 1965, Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989, Trisakti 1998, Semanggi I dan Semanggi II serta beberapa kasus pelanggaran HAM berat lainnya sampai saat ini masih menjadi utang pemerintah kepada masyarakat Indonesia. Hingga saat ini, belum ada langkah konkret yang dilakukan untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut secara adil dan tuntas. Korban dari pelanggaran-pelanggaran HAM tersebut belum mendapatkan perlindungan dan keadilan yang layak.

Faktor-faktor yang menyebabkan sulitnya menyelesaikan masalah pelanggaran HAM berat di Indonesia antara lain:
1. Pengadilan HAM ad hoc harus dibentuk terlebih dahulu melalui usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (“DPR RI”) berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden. Hal ini menjadi sangat sulit karena dengan system konfigurasi politik di Indonesia, tidak menutup kemungkinan ada rasa keengganan dan konflik kepentingan antara eksekutif dan legislative.
2. Sulitnya mengumpulkan alat bukti karena kejadian perkara sudah lama yaitu sebelum sebelum disahkannya UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, dan bukti-bukti tempat kejadian sudah rusak dan banyak mengalami perubahan serta saksi-saksi yang sudah sulit ditemukan.

Menurut DR Bambang Santoso,SE.,SH.,MH salah satu praktisi dan akademisi UNPAM ketika memberikan kuliah tentang Hak Asasi Manusia, kedua hal tersebut akan sulit dipenuhi sehingga penyelesaian pelanggaran HAM berat dimasa lalu tidak ada yang berhasil hingga saat ini.

Kesimpulan
Bagaimanapun juga Indonesia adalah negara hukum. Peradilan HAM merupakan sesuatu yang multlak harus ada sebagai bentuk keadilan yang nyata. Pemerintah harus tetap menunjukkan itikad baiknya dalam menyelesaikan setiap jenis pelanggaran HAM yang terjadi, sehingga tidak memberikan rasa kecewa dan rasa marah kepada para keluarga korban. Dengan dibentuknya Kementrian yang baru yaitu Kementrian HAM dapat menjadi lebih fokus dalam menyelesaikan perkara-perkara pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di Indonesia, bukan saja pelanggara HAM yang berat, tapi juga pelanggaran HAM sekecil apapun harus dapat diselesaikan karena Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat setiap manusia.

Agar masalah pelanggaran HAM kedepannya dapat diselesaikan dengan baik, dan masyarakat semakin sadar dengan pentingnya menghormati hak asasi orang lain tentunya pemerintah sekarang ini melalui Kementrian HAM harus mengatur dan mengkaji ulang lagi semua perangkat-perangkat hukum yang ada seperti masalah sanksi pidana yang lebih jelas kepada pelaku pelanggar HAM dan lebih intensif lagi dalam memberikan edukasi hukum tentang HAM kepada masyarakat serta membuat peraturan perundang undangan yang lebih khusus dalam menangani kasus-kasus HAM di Indonesia.VB-Putra Trisna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © Varia Banten. All rights reserved. | Best view on Mobile Browser | ChromeNews by AF themes.