Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Kejahatan pencabulan terhadap anak di bawah umur adalah salah satu bentuk pelanggaran hukum yang sangat serius dan meresahkan masyarakat.
Kejahatan ini tidak hanya merusak fisik dan mental korban, tetapi juga mengancam masa depan mereka.
Mirisnya, kejahatan ini sering terjadi di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak-anak, seperti keluarga atau lingkungan terdekat mereka.
Fakta ini menegaskan pentingnya perlindungan yang lebih kuat baik dari aspek hukum maupun kesadaran sosial.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), tercatat bahwa pada periode Januari hingga Juni 2024 terdapat 7.842 kasus pencabulan terhadap anak di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, 5.552 korban adalah anak perempuan, sementara 1.930 korban adalah anak laki-laki.
Jumlah ini menempatkan pencabulan sebagai tindak kejahatan dengan korban anak terbanyak sejak 2019 hingga 2024.
Data ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak, khususnya pencabulan, menjadi masalah yang mendesak untuk segera ditangani secara serius oleh pemerintah dan masyarakat.

Indonesia telah memiliki perangkat hukum untuk melindungi anak dari kekerasan seksual, termasuk pencabulan.
Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002.
Undang-undang ini memberikan dasar hukum yang kuat dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual terhadap anak.
Peraturan ini tidak hanya menekankan pada pencegahan, tetapi juga penegakan sanksi yang tegas terhadap pelaku.
Di dalamnya, juga dijelaskan mengenai perlindungan hak-hak anak dan kewajiban pemerintah serta masyarakat dalam melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan.

Meskipun telah ada peraturan yang mengatur, kenyataannya penegakan hukum di lapangan masih menghadapi berbagai kendala.
Kurangnya sumber daya yang memadai, proses hukum yang berbelit-belit, dan ketidakpastian hukuman bagi pelaku sering kali menjadi penghambat.
Selain itu, minimnya dukungan dari masyarakat untuk melaporkan kasus pencabulan juga memperburuk situasi.
Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum serta perbaikan dalam proses peradilan, agar hukuman yang diberikan kepada pelaku dapat memberikan efek jera.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu memperkuat sistem penegakan hukum dengan langkah-langkah berikut:
1. Mempercepat Proses Peradilan: Sistem peradilan yang cepat dan efisien harus diupayakan agar korban dapat segera mendapatkan keadilan.
2. Peningkatan Kapasitas Aparat Penegak Hukum: Aparat hukum perlu dilengkapi dengan pendidikan dan pelatihan yang memadai agar lebih peka terhadap kasus kekerasan seksual.
3. Kolaborasi Multisektoral: Pemerintah, masyarakat, lembaga pendidikan, dan semua pihak terkait harus bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak.
4. Pendidikan Kesadaran Sosial: Pendidikan tentang bahaya kekerasan seksual harus ditingkatkan di masyarakat. Sosialisasi yang meluas dan efektif akan membantu menciptakan kesadaran tentang pentingnya perlindungan terhadap anak.
5. Penegakan Sanksi yang Tegas: Pelaku kekerasan seksual harus diberikan hukuman yang sepadan dengan kejahatannya agar memberikan efek jera bagi pelaku lain.

Kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur merupakan kejahatan serius yang perlu ditangani secara komprehensif.
Hukum yang ada harus ditegakkan secara konsisten dengan sanksi yang tegas bagi pelaku.
Melalui kolaborasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak, diharapkan dapat tercipta lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak.VB-Putra Trisna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © Varia Banten. All rights reserved. | Best view on Mobile Browser | ChromeNews by AF themes.