Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Sebelum membahas lebih lanjut tentang pelecehan seksual terhadap anak, perlu di ketahui bahwa pengertian dari pelecehan tersebut merupakan sebuah kegiatan yang di lakukan oleh orang dewasa atau orang yang lebih tua, dan menggunakan anak sebagai alat pemuas Hasrat seksualnya. Di dalam prakteknya seorang yang melakukan pelecehan (tersangka) dalam berbagai bentuk yaitu mulai dari kontak fisik terhadap anak, memberikan paparan yang tidak senonoh dari alat kelamin anak, menyentuh bagian sensitife anak sampai dengan melakukan kegiatasn seksual terhadap anak.

Menurut Barda Nawawi Arief, perlindungan hukum terhadap anak adalah Upaya perlindungan terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak ( fundamental right and freedom of children ) serta sebagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Dan secara khusus Indonesia memiliki undang-undang tersendiri mengenai perlindungan terhadap anak yaitu, Undang-undang nomor 35 tahun 2014 pasal 81 ayat (3) dan pasal 82 ayat (2) mengatur tentang sanksi pidana bagi para pelaku kejahatan seksual terhadap anak dengan ancaman hukuman yang berat serta untuk memberikan efek jera dan melindungi hak-hak anak.

Pelecehan yang dilakukan oleh DH (57 Tahun) seorang guru Madrasah Aliyah Negeri di G**** terhadap P (16 Tahun ) jelas melanggar Undang-undang perlindungan anak. Hal yang di lakukan DH tidak hanya melukai instasinya sebagai seorang guru, yang seharusnya bisa mengayomi memberikan perlindungan dan petunjuk serta pengajaran yang baik terhadp muridnya, justru malah memberikan trauma dan luka yang mendalam bagi P sebagai korban.

Selain pelecehan seksual yang di dapat oleh P, kekerasan yang di alami P pun bertambah dengan tersebarnya video asusila DH terhadap P. Dan P pun mendapat diskriminasi dari sekolahnya dengan meletakkan P bersalah dan P harus keluar dari sekolahnya. Ini sangat jelas menunjukan ketidakadilan yang di lakukan oleh pihak sekolah terhadap P. dengan melihat fakta tersebut menunjukan bahwa sangat lemahnya perlindungan terhadap korban pelecehan di sekolah. Kekerasan yang menimpa P secara bertubi-tubi sangat menunjukan belum adanya pemahaman dan mekanisme untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual di sekolah.

Sungguh miris bukan hal yang menimpa P. Disekolah dimana P harusnya bisa menimba Ilmu justru mendapat kekerasan seksual oleh seorang yang menyebut dirinya sebagai guru (DH). Kasus pelecehan ini menurut saya tidak pantas dan tidak layak sama sekali jika di selesaikan dengan kata “damai” , karna efek yang di timbulkan dari perilaku itu terhadap korban tidak main-main. Bisa menyebabkan depresi bahkan kematian karna merasa jijik denga napa yang di alami oleh dirinya (korban).

Dengan berita akhir-akhir ini harusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dan para aparatur terkait. Dengan lebih seringnya edukasi ke orang tua dan anak-anak untuk meminimalisir terjadinya hal atau kasus serupa. Agar Tindakan pelecehan seksual ini jangan sampai menjadi hal yang lumrah, karna jika itu terjadi rusaklah norma dan kaidah-kaidah yang ada di Masyarakat. Harapannya agar ini bisa menjadi warning bagi kita semua, dan dalam menindak lanjuti kasus serupa harus di usut sampai tuntas, jika seorang pelajar melakukan hal tersebut maka harus diberikan sanksi yang setimpal agar menimbulkan efek jera dan menjadikan contoh yang lain agar lebih bisa menjaga diri untuk tidak melakukan hal tersebut. VB-Putra Trisna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © Varia Banten. All rights reserved. | Best view on Mobile Browser | ChromeNews by AF themes.