Berita Banten - Portal Banten - Media Online Banten

Tangerang Selatan, (variabanten.com)-Kita sendiri tau bahwa tujuan seseorang di pidana atas perbuatannya yang melawan hukum ialah untuk memperbaiki pribadi dari pelaku kejahatan itu sendiri dan membuat pelaku kejahatan mendapatkan efek jera dan tidak mengulangi perbuatan melawan hukum. Tapi, bagaimana jadinya jika pelaku yang mengulangi perbuatan hukumannya lagi? Apakah dipidana kembali? Atau efek hukumannya ditambah berkali-kali lipat?

Tujuan pemidanaan ada kaitannya dengan hakekat dari pemidanaan, bahwa “hukum pidana merupakan sistem sanksi yang negatif. Ia diterapkan jika sarana (upaya) lain sudah tidak memadai, maka hukum pidana dikatakan mempunyai fungsi yang subsidiair”. Menurut Sahardjo rumusan dari tujuan pidana penjara, disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena hilangnya kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar bertaubat, mendidik supaya ia menjadi anggota masyarakat sosial Indonesia yang berguna. Selanjutnya dikatakan, bahwa dengan perkataan lain, tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan. Dasar untuk pembinaan para terhukum ialah yang lazim disebut treatment philosophy atau behandelingsfilosofie. Istilah pemasyarakatan dapat disamakan dengan resosialisasi dan/atau rehabilitasi

Pemidanaan sebagai suatu tindakan terhadap seorang penjahat, dapat dibenarkan secara normal bukan terutama karena pemidanaan itu mengandung konsekuensi-konsekuensi positif bagi si terpidana, korban juga orang lain dalam masyarakat. Karena itu teori ini disebut juga teori konsekuensialisme. Pidana dijatuhkan bukan karena telah berbuat jahat tetapi agar pelaku kejahatan tidak lagi berbuat jahat dan orang lain takut melakukan kejahatan serupa. Apa itu Recidivis atau Pengulangan Perbuatan Tindak Pidana?

Recidive atau pengulangan tindak pidana yaitu seseorang melakukan tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan suatu putusan hakim yang tetap (incracht van gewijsde) kemudian melakukan suatu tindak pidana lagi. sehingga dalam hal ini Recidive atau pengulangan terjadi apabila seseorang yang melakukan suatu tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau “inkracht van gewijsde”, kemudian melakukan tindak pidana lagi.

I Made Widnyana Mengatakan bahwa reeidive itu terjadi apabila seseorang telah melakukan perbuatan pidana dan terhadap perbuatan pidana tersebut telah dijatuhi dengan putusan hakim. Pidana tersebut telah dijalankan akan tetapi setelah ia selesai menjalani pidana dan dikembalikan kepada masyarakat, dalam jangka waktu tertentu setelah pembebasan tersebut ia kembali melakukan perbuatan pidana.

Apabila orang yang telah dijatuhi pidana itu kemudian melakukan lagi perbuatan pidana, maka orang itu telah membuktikan tabiatnya yang kurang baik Meskipun ia telah dipidana tetapi karena sifatnya yang kurang baik itu, ia kembali melakukan perbuatan pidana. Oleh karena sifatnya yang demikian itu, maka residivis (pelaku pengulangan tindak pidana) perlu dijatuhi pidana yang lebih berat lagi meskipun ia telah dididik dalam Lembaga Pemasyarakatan agar mereka kemudian setelah kembali ke dalam masyarakat dapat hidup normal sebagai warga masyarakat lainnya. Namun apabila dia melakukan perbuatan pidana lagi maka terhadapnya dapat dikenakan pasal mengenai recidive dengan ancaman pidana yang lebih berat.

Recidive kejahatan yang sejenis diatur tersebar dalam 11 pasal kejahatan KUHP, yaitu Pasal 137 (2), 144 (2), 155 (2), 157 (2), 161 (2), 163 (2), 208 (2), 216 (2), 321 (2), 393 (2), dan 303 bis (2). Syarat adanya recidive disebutkan dalam masing-masing pasal di atas, yang pada umumnya dapat diringkas sebagai berikut :
1. Kejahatan yang diulang harus sama/sejenis.
2. Antara kejahatan yang terdahulu dengan kejahatan yang diulangi harus telah ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.
3. Pelaku melakukan kejahatan pada waktu menjalankan pencaharian, kecuali Pasal 216, 303 bis dan 393.
4. Pengulangan tindak pidana dalam tenggang waktu tertentu, yaitu:
a. 2 tahun sejak adanya putusan hakim yang tetap (Pasal 137, 144, 208, 216, 303 bis, dan 321).
b. 5 tahun sejak adanya putusan hakim yang tetap (Pasal 155, 157, 161, 163, dan 393).

Kalau kita tinjau Pasal 486 KUHP, ternyata yang diatur adalah dalam hal apa pidana maksimum dari beberapa kejahatan dapat ditambah 1/3 karena recidive. Kalau kita lihat pasal-pasal yang ditajuk dalam Pasal 486 KUHP, kejahatan-kejahatan yang digolongkan terdiri dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan yang tidak halal ataupun yang dilakukan seseorang dengan melakukan tipu muslihat. Hal inilah yang dijadikan dasar untuk memperberat pidananya dengan 1/3 dengan syarat, yaitu :
1. Terhadap kejahatan yang dilakukan harus sudah dipidana dengan putusan hakim yang tidak dapat dirubah lagi, dan dengan hanya pidana penjara.
2. Harus dalam jangka waktu lima tahun terhitung dari saat selesainya menjalani pidana penjara dengan saat ia melakukan perbuatan pidana untuk kedua kalinya.

Dari penjelasan diatas, dapat kita simpulkan yaitu, Recidive atau pengulangan tindak pidana yaitu seseorang melakukan tindak pidanadan telah dijatuhi pidana dengan suatu putusan hakim yang tetap (in kracht van gewijsde) kemudian melakukan suatu tindak pidana lagi. Recidive atau pengulangan terjadi apabila seseorang yang melakukan suatu tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau “inkracht van gewijsde”.

Recidive Sejenis Kejahatan yang diulang harus sama/sejenis, Antara kejahatan yang terdahulu dengan kejahatan yang diulangi harus telah ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, Pelaku melakukan kejahatan pada waktu menjalankan pencaharian, kecuali Pasal 216, 303 bis dan 393, Pengulangan tindak pidana dalam tenggang waktu tertentu, 2 tahun sejak adanya putusan hakim yang tetap (Pasal 137, 144, 208, 216, 303 bis, dan 321). 5 tahun sejak adanya putusan hakim yang tetap (Pasal 155, 157, 161, 163, dan 393). recidive terhadap pelanggaran- pelanggaran tertentu saja yang disebut dalam Buku III. Terdapat 14 jenis pelanggaran di dalam Buku III KUHP yang apabila diulangi dapat merupakan alasan untuk adanya pemberatan pidana. VB-Putra Trisna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *