TANGERANG SELATAN, (variabanten.com)
Pendahuluan
Dalam dunia bisnis perputaran modal merupakan indikasi bagi lancarnya sebuah usaha. Berdasarkan hal tersebut seringkali pengusaha memerlukan modal dalam jangka waktu cepat guna menjamin likuiditas usahanya, sehingga tidak lagi menunggu jatuh tempo atas piutang yang dimiliki untuk kemudian ditagih pembayarannya.

Permasalahan muncul ketika tatacara atau proses penjualan piutang tersebut tidak memenuhi ketentuan hukum yang ada, sehingga pemberian jaminan dalam pinjaman sangat penting untuk memberikan kenyamanan bagi kedua belah pihak, yaitu pemberi pinjaman (kreditur) dan peminjam (debitur). Kreditur biasanya mensyaratkan adanya jaminan hutang sebelum menyetujui pinjaman. Ketika tata cara atau proses penjualan jaminan hutang atau piutang kreditur tidak memenuhi ketentuan hukum, hal ini dapat merugikan debitur jika tidak dilibatkan dalam pembuatan akta cessie apabila terjadi kredit macet dan terjadi pengalihan piutang dan hak tanggungan atas jaminan kebendaan memiliki nilai yang lebih tinggi dari utang yang diberikan oleh bank atau kreditur.

Pengertian dan Dasar Hukum Cassie
Di Indonesia, pengaturan mengenai perbuatan pengalihan piutang atas nama (Cessie) diatur di dalam Pasal 613 KUHPerdata. Namun demikian, definisi mengenai cassie tidaklah disebutkan dan/atau dijabarkan dengan lugas dan jelas di dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 613 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut :
“Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain. Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan dengan memberikannya; penyerahan surat utang atas perintah dilakukan dengan memberikannya bersama endosemen surat itu.”
Dengan tegas, Pasal 613 KUHperdata menyebutkan bahwa piutang yang diatur di dalam Pasal 613 KUHperdata adalah piutang atau tagihan atas nama. Dalam tagihan atas nama, debitur mengetahui dengan pasti siapa krediturnya.
Cassie merupakan suatu cara untuk mengalihkan piutang atas nama tanpa mengakibatkan timbulnya piutang tersebut menjadi hapus. Pengalihan piutang atas nama secara cessie dapat terjadi sebagai accessoir dari suatu perjanjian pokok bilamana ada suatu peristiwa hukum yang mendahuluinya dan dapat pula terjadi tanpa adanya suatu peristiwa hukum yang mendahuluinya dan dapat pula terjadi tanpa adanya suatu peristiwa hukum terlebih dahulu sehingga cessie tersebut bersifat obligator atas dirinya sendiri karena ia merupakan peristiwa hukum terlebih dahulu untuk dapat melakukan pengalihan atas suatu piutang atas nama atau kebendaan tidak bertubuh lainnya tidak diatur di dalam Pasal 613 KUHperdata tersebut maka tanpa adanya peristiwa hukum yang mendahuluinya, akta cessie tidak dapat dibuat dan pengalihan piutang secara cessie tetap dapat dilakukan oleh Kreditur kepada pihak Ketiga yang akan menjadi Kreditur yang baru.

Menurut Subekti Ahli Hukum Indonesia mengemukakan,
“Cessie adalah suatu cara pemindahan piutang atas nama di mana piutang itu dijual oleh kreditur lama kepada orang yang nantinya menjadi kreditur baru, namun hubungan hukum utang piutang tersebut tidak hapus sedetikpun, tetapi dalam keseluruhannya dipindahkan kepada kreditur baru”.

Selain Subekti, ahli hukum Indonesia yang juga mengemukakan pendapatnya tentang Cessie adalah M. Yahya Harahap. Definisi Cessie menurut M. Yahya Harahap dapat disimpulkan sebagai berikut :
“Cessie adalah pemindahan tagihan. Dengan adanya cessie maka pembayaran yang dilakukan oleh Debitur dilakukan bukan kepada diri kreditur asli melainkan kepada person kreditur Pengganti atau cessionaris yang telah menggantikan kedudukan Kreditur semula. Pembayaran yang dilakukan kepada cessionaris sama betul keadaannya seperti telah melakukan pembayaran in person kepada Kreditur sendiri”.

Sahnya Cassie
Dalam penyerahan piutang atas nama dengan cara cessie terdapat tiga pihak yaitu Cedent sebagai kreditur lama yang memiliki tagihan piutang atas nama, kemudian Cessionaris sebagai kreditur baru yang menerima pengalihan piutang atas nama dan Cessus sebagai debitur dalam hal ini hanya sebagai pihak yang menerima pemberitahuan atau memberikan persetujuan atas perjanjian cessie yang dibuat antara cedent dengan Cessionaris.

Piutang yang dialihkan dengan cara cassie adalah suatu tagihan yang dimiliki oleh kreditur atas debiturnya. Tagihan tersebut merupakan tagihan atas nama. Pada prinsipnya tagihan atas nama menunjukkan dengan jelas dan pasti mengenai kreditur yang berhak menerima pembayaran atas tagihan yang dimaksud. Meskipun demikian, tagihan atas nama pada dasarnya tidak harus dituangkan dalam wujud suatu surat (tulisan). Namun demi adanya kepastian hukum maka pada umumnya adanya suatu piutang atau tagihan yang timbul dari kegiatan pemberian fasilitas kredit perbankan selalu di tuangkan dalam wujud surat (tulisan) yaitu dinyatakan secara tegas di dalam perjanjian kredit.

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses Cessie
Berdasarkan pengertian yang telah dijelaskan diatas, dalam skema cessie setidaknya ada tiga pihak yang terlibat, yakni :
a. Cedent, yaitu seorang (atau lebih) kreditur yang menyerahkan tagihan utangnya atas debitur sehingga menyebabkan terjadinya pergantian figur kreditur.
b. Cessionaries, yaitu seorang atau lebih yang menerima penyerahan atau pengalihan piutang sebagai kreditur baru untuk menagih utang kepada pihak debitur.
c. Cessus, seorang atau lebih debitur semula yang menjadi tempat tagihan bagi cessionaries.

Asas-Asas dalam Pengalihan Piutang (Cessie)
Dalam hal proses pelaksanaan pengalihan piutang melalui cessie, terdapat asas-asas hukum yakni sebagai berikut :
a. Asas nemoplus jurist
Asas nemoplus jurist merupakan asas yang mana menjelaskan terkait pengalihan yang dilakukan oleh seseorang kepada oranglain tidak melebihi batas dari apa yang dia punya. Berkaitan dengan pelaksanaan cessie ini, maka penerapan asas nemoplus jurist yakni saat suatu piutang akan diserahkan atau dialihkan melalui proses pelaksanaan cessie, maka piutang tersebut harus dialihkan kepada pihak yang berwenang dalam pengalihan cessie, serta tidak boleh mengalihkan melebihi batas maksimum dari apa yang dia punya.

b. Asas cessie sebagai lembaga accesoir
Asas accesoir adalah perjanjian tambahan yang mengikuti perjanjian utama atau pokok. Dalam perbankan pada praktiknya, yang menjadi perjanjian utamanya atau pokoknya yakni perjanjian pemberian fasilitas kredit, serta kemampuan untuk memberikan suatu jaminan seperti halnya gadai, hipotik, fidusia, dan sebagainya. Kemudian dilanjutkan dengan perjanjian penjaminan secara tersendiri, dalam hal ini merupakan tambahan dari perjanjian pokok. Berkaitan dengan pelaksanaan cessie, dikatakan accesoir karena tindakan pelaksanaan cessie bergantung dengan adanya piutang yang dialihkan dan bentuk kontrak yang menghasilkan piutang tersebut. Dengan pelaksanaan prinsip cessie ini yakni apabila dikarenakan sebab apapun piutang yang dialihkan tidak sah atau akad yakni kontrak yang menimbulkan piutang tersebut tidak sah, maka dari itu pelaksanaan cessie juga menjadi tidak sah.

c. Asas kontrak nyata (Rill)
Asas kontrak nyata (rill) merupakan kontrak dianggap baru terjadi apabila setelah benda tersebut yang dalam hal ini merupakan objek kontrak telah dialihkan kepada oran atau pihak lain. Sebelum pengalihan dilaksanakan, kontrak tersebut dianggap tidak ada. Kaitannya dengan pelaksanaan cessie, berdasarkan pada asas kontrak nyata, cessie hanya ada dan mengikat pada saat piutang dialihkan. Berdasarkan pada asas kontrak nyata ini, apabila seseorang berjanji untuk mengalihkan piutangnya di kemudian hari, meskipun perjanjian yang demikian sudah mengikat secara obligatoir, tetapi cessie belum terjadi, meskipun piutang tersebut mungkin pada saat dibuat suda ada dan sudah menjadi milik pihak yang akan mengalihkan tersebut.

d. Asas levering tertulis
Pada asas levering tertulis, pelaksanaan cessie harus dibuat dalam bentuk akta cessie secara tertulis, baik itu dengan akta otentik maupun dengan akta di bawah tangan. Akibat hukum apabila akta cessie tersebut tidak dibuat adalah bahwa tindakan pelaksanaan cessie nantinya dapat menjadi batal demi hukum. Dengan dibuatkannya akta cessie maka telah terjadi suatu tindakan atau perbuatan hukum cessie, meskipun pihak debitur belum diberitahukan tentang pengalihan piutang tersebut. Pemberitahuan tersebut dimaksudkan supaya debitur mengetahui terkait adanya peralihan ha katas piutangnya dan kemudian terikat dengan adanya proses cessie. Apabila setelah akta pengalihan piutang (cessie) dibuat, kemudian para pihak yang bersangkutan berubah pikiran sehingga proses pelaksanaan cessie ingin dibatalkan, maka dapat menempuh dengan cara membuat cessie lagi kepada kreditur dengan suatu akta tertulis lagi. Jika telah diberitahukan kepada pihak debitur atau pihak debitur telah setuju, maka pemberitahuan atau persetujuan dari debitur perlu dilakukan kembali.

e. Asas keterbukaan (Transparansi) kepada debitur
Asas keterbukaan (transparansi) melihat dalam KUHPerdata disyaratkan bahwa dalam melakukan pelaksanaan cessie, unsur keterbukaan (transparansi) kepada pihak debitur haruslah diutamakan. Dalam hal ini diterangkan bahwa: “Tindakan cessie harus diberitahukan secara tertulis atau lisan kepada debitur, atau debitur menyetujuinya dan mengakuinya secara tertulis”. Akibat hukum dari tidak terpenuhinya transparansi atau keterbukaan ini tidak sampai mengakibatkan gagalnya pelaksanaan cessie. Pelaksanaan cessie tersebut tetap sah dan mengikat secara hukum, akan tetapi tindakan tersebut tidak mempengaruhi atau tidak memiliki akibat hukum kepada debitur. Demikian juga terhadap kreditur baru tidak dapat lagi menolak atau membatalkan cessie secara sepihak hanya karena debitur tidak mengetahui tentang adanya cessie tersebut.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka kita dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Cessie bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bentuk penyerahan piutang atas nama yang harus didasari oleh adanya hubungan hukum terlebih dahulu sebagai alas hak terjadinya penyerahan piutang tersebut.
2. Penyerahan yang dilakukan dengan cara cessie mengharuskan dibuat dalam bentuk akta atau tertulis, baik akta otentik maupun akta di bawah tangan. Sedangkan perjanjian yang menjadi dasar adanya alas hak tidak harus berbentuk akta atau tertulis.
3. Beralihnya piutang yang dijamin dengan fidusia maka hak kreditur sebagai penerima fidusia beralihnya demi hukum kepada pihak yang menerima pengalihan piutang yang dimaksud (kreditur yang baru). Pengalihan hak penerima fidusia tersebut wajib didaftarkan dengan menyerahkan dan/atau memperlihatkan akta yang membuktikan beralihnya piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan yang bersangkutan dari Kreditur lama kepada Kreditur yang baru. VB-PUTRA TRISNA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © Varia Banten. All rights reserved. | Best view on Mobile Browser | ChromeNews by AF themes.