Membumikan Agraria dan Mengagrariakan Bumi: Mengagrariakan Bumi sebagai Prinsip Pengelolaan Berkeadilan yang Berbasis Etika Agraria, Keseimbangan Alam, dan Nilai-Nilai Keberlanjutan Oleh: Assoc. Prof. Dr. Susanto, S.H., S.M., S.Ak., M.M., M.H., M.A.P. Dosen Fakultas Hukum & Magister Hukum Universitas Pamulang

TANGERANG SELATAN, (variabanten.com)-Di tengah meningkatnya tekanan terhadap lingkungan dan ruang hidup manusia, gagasan “Mengagrariakan Bumi” menjadi sangat relevan sebagai kerangka etis dan strategis dalam pengelolaan sumber daya alam. Mengagrariakan bumi bukan sekadar memperlakukan tanah sebagai aset ekonomi, tetapi memandang bumi sebagai ruang hidup yang memiliki nilai ekologis, sosial, dan moral. Prinsip ini menempatkan etika agraria, keadilan ruang, dan keberlanjutan sebagai dasar dalam setiap keputusan pembangunan.

Dalam banyak kebijakan pembangunan modern, bumi sering diperlakukan sebagai objek eksploitasi. Lahan dibuka untuk industri ekstraktif, hutan ditebang untuk perkebunan komersial, dan kawasan pesisir dikonversi untuk kepentingan investasi tanpa mempertimbangkan keseimbangan ekologis maupun hak masyarakat lokal. Dampaknya jelas: degradasi tanah, banjir, kekeringan, hilangnya keanekaragaman hayati, serta meningkatnya konflik agraria. Fenomena ini menunjukkan pentingnya pendekatan yang lebih etis dan berkeadilan dalam mengelola bumi.

Mengagrariakan Bumi hadir untuk menjawab persoalan tersebut. Etika agraria mengajarkan bahwa tanah adalah ruang kehidupan bersama, bukan milik segelintir pihak. Keadilan agraria menuntut distribusi dan pemanfaatan tanah yang memberi manfaat bagi rakyat banyak, khususnya petani, masyarakat adat, dan kelompok rentan yang hidup dekat dengan alam. Pengelolaan bumi harus memastikan bahwa setiap orang memiliki akses yang layak terhadap ruang hidupnya serta tidak dirugikan oleh kebijakan yang berpihak pada kepentingan ekonomi semata.

Selain keadilan sosial, prinsip mengagrariakan bumi juga menekankan pentingnya keseimbangan ekologis. Pembangunan harus bertumpu pada daya dukung dan daya tampung alam. Ketika lahan produktif dikonversi secara masif, atau tambang dibuka tanpa pemulihan, maka siklus ekologis terganggu dan manusia pada akhirnya menanggung risiko. Prinsip keseimbangan ekologis mengingatkan bahwa pembangunan berkelanjutan tidak boleh mengorbankan fungsi ekologis bumi yang menjadi penopang kehidupan semua makhluk.

Tidak kalah penting, keberlanjutan harus menjadi nilai inti dalam setiap kebijakan agraria dan pembangunan. Keberlanjutan mengandung makna bahwa generasi mendatang berhak menikmati bumi yang sehat, produktif, dan aman sebagai ruang hidup. Karena itu, pengelolaan tanah, air, hutan, dan ruang harus dilakukan dengan visi jangka panjang, bukan hanya kepentingan jangka pendek. Penguatan pertanian berkelanjutan, konservasi sumber daya alam, serta perlindungan tanah dari praktik eksploitasi berlebihan merupakan langkah penting menuju keberlanjutan tersebut.

Dalam konteks Indonesia, gagasan mengagrariakan bumi juga sangat relevan untuk menjawab berbagai persoalan agraria dan lingkungan yang terus muncul. Program reforma agraria, perlindungan masyarakat adat, rehabilitasi lahan kritis, dan pengembangan pertanian berkelanjutan adalah bagian dari upaya membangun tata kelola bumi yang lebih berkeadilan dan ekologis. Namun kesuksesannya sangat bergantung pada kesadaran publik dan komitmen politik untuk menempatkan bumi sebagai subjek yang harus dijaga, bukan sekadar dieksploitasi.

Untuk itu, media memiliki peran kunci dalam memperkuat wacana agraria dan lingkungan di ruang publik. Ketika media aktif mengangkat isu agraria, masyarakat akan lebih sadar bahwa pengelolaan bumi adalah bagian dari kesejahteraan mereka. Dalam era perubahan iklim dan tekanan ekologis global, mengagrariakan bumi menjadi agenda moral dan intelektual yang tidak bisa diabaikan.

Pada akhirnya, mengagrariakan bumi berarti mengembalikan manusia pada kesadaran dasarnya: bahwa kehidupan di bumi hanya berkelanjutan jika kita menghormati tanah, air, udara, dan seluruh unsur ekologis yang menopang peradaban. Pengelolaan bumi berbasis etika agraria, keadilan sosial, dan keberlanjutan ekologis bukan hanya pilihan, tetapi keharusan untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. VB-Putra Trisna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *